Bisnis.com, JAKARTA – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengimplementasi Tarif Efektif Rata-rata (TER) PPh pasal 21 sejak masa pajak Januari 2024. Bagaimana cara menghitungnya?
Menjelang tenggat batas pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan bagi Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi pada 31 Maret 2024 yang bersamaan dengan masa pemberian Tunjangan Hari Raya (THR), warganet mengeluhkan besarnya potongan pajak untuk bulan Maret 2024.
Kata kunci atau keyword PPh21 di laman X, dulu Twitter, menjadi populer karena dianggap memberatkan dengan potongan yang lebih besar.
“Masih ga rela sihh, potongan PPh21 segede ini,” cuit @ucay***, Selasa (26/3/2024).
“work! cw gaji guys perhitungan PPH 21 untuk THR itu berapa persen sih? gaji pokokku UMR Jakarta tapi potongannya sebesar ini [Rp346.961]?” cuit akun @workfess.
Pada dasarnya, ketentuan tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 58/2023 tentang Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi.
Baca Juga
Dalam beleid itu, Ditjen Pajak Kemenkeu mengatur penghitungan PPh 21 yang dipotong atas penghasilan bruto pegawai tetap menggunakan tarif bulanan kategori A, B, dan C.
Dalam hal ini, THR atau Tunjangan Hari Raya merupakan salah satu sumber pendapatan pekerja menjadi objek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21.
Meski demikian, pemotongan pajak hanya berlaku bagi pekerja yang memiliki penghasilan melebihi Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Di mana bagi pekerja yang belum menikah dan tidak memilki tanggungan atau berstatus TK/0, memiliki satu tanggungan (TK/1), maupun menikah dan memiliki satu tanggungan (K/1), bebas dari pajak bila pendapatan perbulannya tidak melebihi Rp5,4 juta.
Artinya, jika pendapatan lebih dari Rp5,4 juta per bulan bagi golongan di atas yang termasuk kategori A, akan dikenakan PPh Pasal 21.
Sebagai contoh, Tuan B yang berstatus belum kawin dan tanpa tanggungan (TK/0) bekerja di PT C. Tuan B menerima gaji pada Februari sejumlah Rp6 juta. Sementara pada Maret, Tuan B menerima gaji Rp12 juta yang termasuk THR (tidak memperhitungkan iuran).
Atas penghasilan tersebut, Tuan B dikenakan tarif efektif bulanan kategori A pada Februari sebesar 0,75% atau Rp45.000. Sementara pada Maret, tarif sebesar 4% atau senilai Rp480.000.
Sesuai dalam beleid tersebut pula, apabila pajak yang dipotong pada Januari hingga November lebih besar dari pajak terutang setahun, pemotong pajak wajib mengembalikan kelebihan tersebut kepada pegawai.
Sebagai catatan, petunjuk pelaksanaan PPh Pasal 21 juga berlaku bagi penerima pensiun berkala serta PNS, anggota TNI, Polri, Pejabat Negara, dan pensiunannya.
Berbeda dengan pegawai swasta, pajak THR para pejabat, pensiunan, dan Aparatur Sipil Negara (ASN) serta TNI/Polri ini secara penuh ditanggung oleh pemerintah.
“Yang diterima masyarakat tidak dipotong, karena [pajak] ditanggung pemerintah,” ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers THR dan Gaji ke-13 Tahun 2024 di Gedung Kemenkeu, Jumat (15/3/2024).
Kala penerapan TER mulai berlaku di awal tahun ini, Ditjen Pajak menegaskan bahwa skema pemotongan PPh Pasal 21 ini tidak memberikan beban baru kepada karyawan.
“TER itu sebetulnya bukan barang baru, bukan pajak baru, dan tidak ada tambahan beban baru. Ini semata-mata hanya memberi kemudahan untuk menghitung PPh 21,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Dwi Astuti.