Bisnis.com, JAKARTA- Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang merupakan Calon Presiden (Capres) dengan perolehan suara terbanyak Pilpres 2024 sejauh ini, menginginkan Indonesia menjadi eksportir pangan. Persoalannya, terdapat beberapa problem mendasar yang sebelumnya juga belum teratasi selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Merujuk data Badan Pusat Statistik BPS), tergambarkan dalam lima tahun belakangan, produktivitas dan luasan lahan komoditas seperti beras terus mengalami penurunan. Berdasarkan data BPS, luas lahan pangan penting seperti padi, pada 2018 masih berada pada posisi 11,4 juta hektare.
Sejak itu hingga akhir 2023, terjadi penurunan luasan lahan rata-rata sebesar 1,5%. Terakhir pada tahun lalu, luasan panen padi hanya tercatat 10,21 juta hektare. Kondisi luasan panen itupun tercatat menurun 2,3% dibandingkan 10,4 juta pada tahun sebelumnya.
Seiring dengan hal tersebut, produktivitas pun ikut surut. Terakhir pada tahun lalu, produksi gabah kering hanya sekitar 53,9 juta ton, turun 1,4% dibandingkan 54,7 juta ton pada 2022.
Sebaliknya, tingkat konsumsi pangan per kapita merangkak naik seiring pertumbuhan populasi. Konsumsi beras per kapita per minggu orang Indonesia pada 2019 sekitar 1,37 kilogram. Sedangkan pada 2022, volume konsumsi itu telah mencapai 1,45 kilogram.
Persoalan itupun berkelindan dengan kebijakan impor yang dinilai salah kaprah. Impor dalam jumlah besar tanpa berpegang data riil, mengakibatkan keresahan di kalangan petani yang kemudian berimbas secara strategis, sektor pertanian banyak ditinggalkan tenaga produktif.
Baca Juga
Hal ini salah satu contohnya terkait impor beras pada tahun lalu. Guru Besar IPB University sekaligus Ketua Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) Dwi Andreas menilai keputusan pemerintah mengimpor beras dengan jumlah banyak pada 2023 menjadi langkah serampangan yang tidak berdasar.
Pemerintah hanya menggunakan asumsi dari kekhawatiran penurunan produksi akibat El Nino. Padahal, Andreas menilai seharusnya pemerintah tidak perlu mengimpor beras dengan jumlah yang fantastis.
Sebab, angka impor tidak sebanding dengan penurunan produksi 2023 yang tercatat berkisar 650.000 ton. Adapun laporan BPS pada Desember 2023 mencatat produksi beras pada 2023 untuk konsumsi pangan penduduk diperkirakan sekitar 30,90 juta ton, mengalami penurunan sebanyak 645.090 ton atau 2,05% dibandingkan produksi beras pada 2022 yang sebesar 31,54 juta ton.
"Penurunan produksinya 650.000 ton 2023 data BPS pada Oktober itu, keputusan impor sampai 3 juta ton masuk akal atau tidak," kata Andreas.
Hal senada juga disampaikan Pengamat Pertanian sekaligus Ketua Komunitas Industri Beras Rakyat (Kibar) Syaiful Bahari. Dia mengakui jumlah impor beras selama 1 dekade pemerintahan Jokowi menjadi yang terbesar dibandingkan pemerintahan sebelumnya.
Meskipun kerap kali Kepala Negara umbar janji mengutamakan swasembada pangan dan antiimpor, nyatanya impor beras tetap dilakukan. "Sehingga kalau ditotal jumlah impor di era Jokowi sampai 2023 sebesar 9,4 juta ton. Jika ditambah 2 juta ton di 2024 berarti selama dua periode, impornya mencapai lebih dari 11,4 juta ton," beber Syaiful.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) senantiasa berjanji mewujudkan swasembada pangan. Pada periode pertamanya di 2014-2019, Jokowi mencanangkan program swasembada pangan khususnya untuk tiga jenis produk pertanian meliputi padi, jagung, dan kedelai (pajale) dalam kurun waktu 3 tahun.
Dari ketiga produk pertanian itu, swasembada beras dinilai yang paling mudah jika melihat dari besarnya ketergantungan impor. Namun, kenyataannya Indonesia berhasil mencapai swasembada hanya pada periode 2019-2021, sedangkan pada 2022 hingga saat ini Indonesia kembali impor beras.
PRABOWO INGIN TIRU INDIA & CHINA
Prabowo yang saat ini menjabat sebagai Menteri Pertahanan (Menhan) ini mengatakan, Indonesia dalam tiga tahun ke depan akan mandiri pangan atau swasembada pangan. Sementara dalam waktu empat tahun ke depan, Indonesia ditargetkan dapat mengekspor pangan.
“Dalam tiga tahun kita akan mandiri [pangan]. Setelah empat tahun, kita akan mengekspor pangan,” kata Prabowo dalam Mandiri Investment Forum (MIF) di Hotel Fairmont, Selasa (5/3/2024). Diakui Prabowo, terdapat sejumlah tantangan untuk mencapai hal tersebut. Kendati begitu, dia meyakini Indonesia mampu mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan cepat.
Untuk sampai pada posisi itu, Prabowo menyebut Indonesia perlu belajar dari banyak negara seperti China dan India. Dia menuturkan, China sangat baik dalam mengentaskan kemiskinan di negaranya, sedang India sukses menjadi salah satu eksportir makanan terbesar di dunia.
“Kita harus belajar dari praktik terbaik India dan China,” ujarnya.