Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan pemerintah telah memutuskan untuk tidak menaikkan tarif listrik dan harga BBM hingga Juni 2024 dalam rapat kabinet, Senin (26/2/2024).
Airlangga menyampaikan dengan ini pemerintah akan kembali menyalurkan belanja subsidi untuk memenuhi kebutuhan energi bagi masyarakat.
“Tadi diputuskan dalam sidang kabinet paripurna, tidak ada kenaikan listrik, tidak ada kenaikan BBM sampai dengan Juni, baik itu subisdi dan non-subsidi,” kata Airlangga kepada wartawan di Kantor Kemenko Perekonomian, Senin (26/2/2024).
Untuk memenuhi kebijakan ini, Airlangga menekankan bahwa pemerintah membutuhkan tambahan anggaran bagi PT Pertamina (Persero) maupun PT PLN (Persero) selaku penyedia dua jenis energi tersebut.
Pemerintah telah berencana melebarkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (2024) untuk memenuhi kebutuhan anggaran ini. Meski demikian, Airlangga tidak menyebutkan berapa jumlah kebutuhan anggarannya.
“Itu akan membutuhkan additional anggaran untuk Pertamina maupun PLN. Itu akan diambil dari SAL [Sisa Anggaran Lebih] atau pelebaran defisit anggaran di 2024,” ujarnya.
Baca Juga
Pasalnya, dalam rapat tersebut pula pemerintah turut menetapkan outlook defisit APBN 2024 di rentang 2,3% hingga 2,8%, naik sekitar 0,5% dari rencana APBN awal yang sebesar 2,29%.
Selain untuk memenuhi kebutuhan subsidi tersebut, terkereknya defisit akibat adanya penambahan subsidi pupuk senilai Rp14 triliun serta Bantuan Langsung Tunai (BLT) Rawan Pangan sebagai lanjutan dari BLT El Nino tahun lalu yang mencapai Rp11 triliun.
Mengacu pemberitaan Bisnis sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada akhir tahun lalu telah memutuskan tarif listrik periode Januari-Maret 2024 bagi 13 golongan pelanggan nonsubsidi tetap atau tidak mengalami perubahan.
Sesuai ketentuan Peraturan Menteri ESDM No. 28/2016 jo. Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2023, penyesuaian tarif tenaga listrik bagi pelanggan nonsubsidi dilakukan setiap 3 bulan mengacu pada perubahan terhadap realisasi parameter ekonomi makro, yakni kurs, Indonesian Crude Price (ICP), inflasi, serta harga batu bara acuan (HBA).
Adapun, pemerintah belum menyebutkan rencana naik atau tidaknya tarif listrik pada paruh kedua 2024 mendatang.
Kementerian Keuangan pada 2023, mencatatkan realisasi subsidi listrik mencapai Rp68,70 triliun atau naik 22,15% (year-on-year/yoy). Subsidi tersebut untuk 39,96 juta pelanggan listrik bersubsidi dengan volume konsumsi listrik bersubsidi sebesar 64,46 TWh.
Adapun, kenaikan tersebut di antaranya dipengaruhi oleh depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika 2,61% (yoy).