Bisnis.com, JAKARTA — PT Pertamina Patra Niaga masih mengkaji potensi kebutuhan tambahan subsidi dan kompensasi untuk menahan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi dan nonsubsidi tetap stabil hingga Juni 2024.
Kajian itu menjadi tindak lanjut dari rapat kabinet pekan lalu untuk menjaga harga BBM dan listrik tidak naik di tengah reli harga pangan saat ini.
“Masih kami kaji, paralel melihat fluktuasi harga minyak mentah, MOPS [Mean of Plats Singapore], dan kurs,” kata Irto saat dihubungi, Senin (4/3/2024).
Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah bakal kembali menyalurkan belanja subsidi untuk memenuhi kebutuhan energi bagi masyarakat.
“Tadi diputuskan dalam sidang kabinet paripurna, tidak ada kenaikan listrik, tidak ada kenaikan BBM sampai dengan Juni, baik itu subsidi dan non-subsidi,” kata Airlangga kepada wartawan di Kantor Kemenko Perekonomian, Senin (26/2/2024).
Untuk memenuhi kebijakan ini, Airlangga menekankan bahwa pemerintah membutuhkan tambahan anggaran bagi PT Pertamina (Persero) maupun PT PLN (Persero) selaku penyedia dua jenis energi tersebut.
Baca Juga
Pemerintah telah berencana melebarkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 untuk memenuhi kebutuhan anggaran ini. Meski demikian, Airlangga tidak menyebutkan berapa jumlah kebutuhan anggarannya.
“Itu akan membutuhkan additional anggaran untuk Pertamina maupun PLN. Itu akan diambil dari SAL [Sisa Anggaran Lebih] atau pelebaran defisit anggaran di 2024,” ujarnya.
Pasalnya, dalam rapat tersebut pula pemerintah turut menetapkan outlook defisit APBN 2024 di rentang 2,3% hingga 2,8%, naik sekitar 0,5% dari rencana APBN awal yang sebesar 2,29%.
Sementara itu, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak atau dikenal Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC+) menyetujui pemangkasan produksi minyak.
Akibatnya, harga minyak mentah dunia mengalami kenaikan pada hari Senin (4/3/2024). Dilansir dari Reuters pada Senin (4/3/2024), pengurangan produksi minyak mentah tersebut sebesar 2,2 juta barel per hari sampai kuartal II/2024 sejalan dengan prediksi pasar.
Brent berjangka mengalami kenaikan sebesar 28 sen atau 0,3%, harganya menjadi US$83,83 per barel pada 0134 GMT, sedangkan West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat (AS) naik sebesar 20 sen atau 0,3%, menjadi US$80,17 per barel.
Pemangkasan produksi minyak tersebut diprediksi akan mengurangi pasar di tengah kekhawatiran perekonomian global dan meningkatkan produksi di luar kelompok OPEC+.
Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novak menyampaikan, Rusia akan mengurangi produksi dan ekspor minyak mentahnya sebesar 471.000 barel per hari (bpd) tambahan pada kuartal II/2024 melalui koordinasi dengan beberapa negara anggota OPEC+.
Menurut analisis Australia and New Zealand Banking Group Limited (ANZ), pemangkasan produksi minyak oleh OPEC+ mengakibatkan harga minyak melambung tinggi di pasar, lalu pasar juga khawatir terhadap pasokan minyak yang berkurang di tengah ketegangan di Timur Tengah.
“Tanda-tanda pengetatan di pasar fisik terus mendorong harga minyak mentah lebih tinggi. Pemotongan produksi oleh aliansi OPEC+ terus mengurangi pasokan karena pasar khawatir terhadap ketegangan baru di Timur Tengah,” ujar ANZ dalam catatannya pada Senin (4/3/2024).