Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kejar Kapasitas 3,6 GW, ESDM & PLN Bahas Kuota PLTS Atap 2024-2028

Kementerian ESDM bersama PLN tengah merumuskan kuota pengembangan sistem PLTS atap untuk periode 2024 sampai dengan 2028.
PLTS atap terpasang di sebuah gedung di Denpasar, Bali./Bisnis-Feri Kristianto
PLTS atap terpasang di sebuah gedung di Denpasar, Bali./Bisnis-Feri Kristianto

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama dengan PT PLN (Persero) tengah merumuskan kuota pengembangan sistem PLTS atap untuk periode 2024 sampai dengan 2028. 

Selepas beleid revisi PLTS atap diteken akhir Januari lalu, pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik (IUPTLU) bersama dengan Kementerian ESDM mesti merumuskan kuota paling lambat 3 bulan sejak peraturan menteri (Permen) anyar itu diundangkan. 

“[Kuota] lagi dibahas jadi tahun ini berapa, itu belum keluar,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (23/2/2024). 

Aturan anyar soal PLTS atap itu tertuang dalam Permen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap Yang Terhubung Pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum. 

Dadan menargetkan kuota PLTS atap itu dapat mengejar ketertinggalan pemasangan kapasitas pembangkit listrik surya yang dipatok di level 3,6 gigawatt (GW) sampai akhir 2025 mendatang. 

Lewat data Kementerian ESDM, akumulasi kapasitas pemasangan PLTS hingga akhir 2023 berada di level 573,8 megawatt (MW). Adapun, PLTS atap diperkirakan hanya menyumbang sekitar 90 MW hingga akhir tahun lalu. 

Otoritas ketenagalistrikan menargetkan akumulasi kapasitas terpasang panel surya tahun ini dapat menyentuh di kisaran 770,7 MW. 

Lewat revisi beleid ini, Dadan mengatakan, kementeriannya bakal menyasar pasar industri dan komersial yang relatif memiliki kemampuan atau skala pasang yang besar. 

“Memang PLTS atap yang sekarang agak sulit untuk rumah tangga karena kan tidak ada ekspor impor, tidak ada titip. Kalau dulu kan bisa,” kata dia. 

Sebelumnya, Institute for Essential Services Reform (IESR) menyayangkan revisi peraturan menteri terkait pemanfaatan PLTS atap cenderung berpihak pada kepentingan PLN.

Dalam peraturan baru ini, skema net-metering dihapuskan sehingga kelebihan energi listrik atau ekspor tenaga listrik dari pengguna ke PLN tidak dapat dihitung sebagai bagian pengurang tagihan listrik.   

Net-metering sebenarnya sebuah insentif bagi pelanggan rumah tangga untuk menggunakan PLTS atap. Dengan tarif listrik PLN yang dikendalikan, net-metering membantu meningkatkan kelayakan ekonomi sistem PLTS atap yang dipasang pada kapasitas minimum, sebesar 2-3 kWp untuk konsumen kategori R1,” kata Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa lewat siaran pers, Jumat (23/2/2024).  

Tanpa net-metering, kata Fabby, biaya investasi per satuan kilowatt-peak bakal menjadi tinggi. Konsekuensinya, keekonomian sistem PLTS atap khususnya pada sektor rumah tangga dan bisnis kecil menjadi tidak menguntungkan. 

“Dan biaya baterai yang masih relatif mahal, kapasitas minimum ini tidak dapat dipenuhi sehingga biaya investasi per satuan kilowatt-peak pun menjadi lebih tinggi. Inilah yang akan menurunkan keekonomian sistem PLTS atap,” kata Fabby. 

Fabby berpendapat pelanggan rumah tangga atau bisnis kecil akan cenderung menunda adopsi PLTS atap karena permintaan puncak listrik mereka terjadi di malam hari, sedangkan PLTS menghasilkan puncak energi di siang hari.  

Tanpa net-metering, investasi PLTS atap menjadi lebih mahal, terutama jika pengguna harus mengeluarkan dana tambahan untuk penyimpanan energi (battery energy storage). 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper