Bisnis.com, JAKARTA – Melonjaknya harga beras di dalam negeri akibat musim kemarau berkepanjangan, berpotensi mendatangan beragam risiko bagi perekonomian Indonesia.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Azizah Fauzi mengatakan, kenaikan harga beras dikhawatirkan akan berdampak kepada kenaikan inflasi dan tertekannya daya beli masyarakat. Untuk itu, dia mendesak pemerintah untuk melakukan stabilisasi terhadap harga beras.
“Kenaikan harga beras salah satunya dikarenakan oleh minimnya ketersediaan yang diakibatkan oleh musim panen dan cuaca. Di tengah fluktuasi harga yang kian meningkat, saat ini stabilisasi harga harus menjadi fokus utama untuk menghindari peningkatan inflasi,” kata Azizah, dalam siaran persnya, Rabu (21/2/2024).
Azizah menambahkan, jika harga beras akan terus naik, maka biaya hidup secara keseluruhan pun akan meningkat.
Sementara itu, ketika harga beras naik, biaya produksi makanan juga cenderung meningkat. Sebab beras menjadi bahan baku dalam banyak produk makanan.
Kenaikan biaya produksi tersebut kemudian dapat menyebabkan naiknya harga-harga lainnya, karena produsen akan menaikkan harga produk untuk menutupi biaya tambahan.
Baca Juga
Kenaikan harga beras akan berdampak pada peningkatan tingkat inflasi, mengingat beras merupakan salah satu komoditas pokok yang menyumbang 3% pada Indeks Harga Konsumen (IHK) yang digunakan untuk menghitung inflasi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) September 2023, beras menjadi komoditas utama yang kontribusi besar pada angka inflasi.
Beras berkontribusi sebesar 0,18% dalam inflasi month to month dan 0,55% dalam year on year. Pada Januari 2024, komoditas ini mengalami inflasi sebesar 0,64% dalam month to month dengan kontribusi inflasi sebesar 0,03%.
Adapun, El Nino yang berdampak pada musim kemarau panjang menjadi kunci kenaikan harga beras. Gagal panen di berbagai wilayah penghasil beras, seperti Cianjur, mengakibatkan kurangnya pasokan beras.
Demi menjamin ketersediaan pasar, pemerintah melalui Badan Urusan Logistik (Bulog) berencana mengimpor 200.000 ton beras dari Thailand dan China hingga Maret 2024. Rencana tersebut diharapkan efektif untuk menstabilkan harga, khususnya menjelang bulan Ramadan pada pertengahan Maret.
Meski pemerintah telah mengupayakan berbagai langkah pengendalian harga beras, kebijakan untuk mengantisipasi masalah ketersediaan dan harga dalam jangka panjang sebaiknya menjadi fokus utama.
Pemanfaatan input bermutu, pengembangan sarana dan prasarana pertanian, sampai kebijakan yang lebih luas dengan perdagangan global, diperlukan untuk meningkatkan dan menjaga aksesibilitas masyarakat terhadap ketersediaan dan harga. (Chatarina Ivanka).