Bisnis.com, JAKARTA - Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi mengakui bahwa saat ini terjadi kekurangan pasokan beras hingga mencapai 2,4 juta ton.
Arief menyebutkan saat ini diperlukan pasokan beras yang cukup agar neraca ketersediaan dan kebutuhan beras tetap terjaga di tengah kekurangan akibat fenomena El Nino.
“Januari dan Februari 2024 ini kita kekurangan 2,4 juta ton beras [produksi versus konsumsi],” kata Arief di Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Minggu (11/2/2024).
Arief menyatakan pemerintah terus berupaya menyeimbangkan ketersediaan beras nasional dengan Nilai Tukar Petani (NTP) tanaman pangan.
“Memang kita perlu beras lebih banyak saat ini. Dan pemerintah menyeimbangkan kekurangan karena tidak dapat tanam akibat El Nino dengan importasi,” ujarnya.
Dia menegaskan, bahwa kebijakan importasi adalah pilihan terakhir agar ketersediaan beras tetap terjaga.
Baca Juga
“Walaupun sangat pahit, importasi saat ini harus dijalankan. Mungkin tidak populer saya sampaikan, tetapi harus dikerjakan untuk pemenuhan kebutuhan saat ini,” ujar Arief.
Dia memastikan bahwa impor beras yang dilakukan sangat terukur sesuai dengan kebutuhan, sehingga tidak akan mengganggu stabilitas harga di tingkat petani.
“Salah satu indikasinya bisa dilihat dari Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan (NTPP) saat ini adalah yang tertinggi senilai 116,16 persen. Ini yang membuat petani kita semangat untuk menanam," ucap Arief.
Dia menyebut kenaikan harga beras saat ini bukan terpengaruh oleh periode pencoblosan Pemilihan Umum (Pemilu) atau pun periode libur panjang peringatan Isra Mikraj dan Hari Raya Imlek 2024.
“Bukan pengaruh pencoblosan. Kita sedang penuhi market,” jelasnya.
Untuk menyambut panen raya yang diprediksi pada Maret 2024, pihaknya bersama Kementerian Pertanian (Kementan) dan semua pihak terkait akan berkoordinasi mempersiapkan penyerapan yang optimal, untuk mencegah jatuhnya harga di tingkat petani.
Selain itu, pada saat yang sama pengisian Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) dari produksi dalam negeri dapat terpenuhi dengan baik.
“Saat ini kita tengah mempersiapkan CPP jauh-jauh hari sebelumnya, sehingga pada saat diperlukan CPP tersebut dapat dimanfaatkan untuk intervensi antara lain penyaluran bantuan pangan, operasi pasar, dan keadaan darurat,” ujar Arief.
Harga Beras
Diberitakan sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) meminta pemerintah untuk merelaksasi harga eceran tertinggi (HET) dan harga acuan serta aturannya hingga periode tertentu untuk beberapa komoditi bahan pokok dan penting seperti beras yang berpotensi terkerek naik pada Februari 2024.
Ketua Umum Aprindo, Roy N. Mandey, mengatakan, peritel mulai kesulitan mendapatkan stok beras jenis premium lokal dengan kemasan 5 kilogram lantaran para produsen telah menaikkan harga beli bahan pokok dan penting seperti beras, gula, hingga minyak goreng, di atas HET.
“Selama sepekan terakhir ini [harga beli sudah naik] sebesar 20%-35% dari harga sebelumnya,” kata Roy dalam keterangan resminya, Jumat (9/2/2024).
Roy menuturkan, peritel tidak dapat mengatur dan mengontrol harga yang ditentukan produsen bahan pokok dan penting, mengingat harga ditetapkan oleh produsen sebagai sektor hulu yang selanjutnya didistribusikan ke peritel di sektor hilir dan dibeli oleh masyarakat pada gerai ritel modern.
Saat ini, lanjut dia, peritel tidak memiliki pilihan dan harus membeli beras dengan harga di atas HET dari para produsen atau pemasok beras lokal. Berdasarkan informasi yang diterima Bisnis, harga beras yang dibeli peritel berkisar antara Rp15.100 hingga Rp15.500 per kilogram.
Perlu diketahui, pemerintah menetapkan HET beras medium sebesar Rp10.900 hingga Rp11.800 per kilogram untuk beras medium, sedangkan beras premium Rp13.900 hingga Rp14.800 per kilogram.
Untuk itu, pihaknya meminta pemerintah untuk merelaksasi HET beberapa komoditi bahan pokok dan penting agar peritel dapat membeli produk tersebut dengan harga yang wajar.
Selain itu, peritel khawatir kondisi ini dapat memicu kekosongan dan kelangkaan stok, yang berujung pada panic buying konsumen, yang akan berlomba dan menimbun bahan pokok dan penting.
“Bagaimana mungkin kami menjualnya dengan HET? Siapa yang akan menanggung kerugiannya? Siapa yang akan bertanggung jawab bila terjadi kekosongan dan kelangkaan bahan pokok dan penting tersebut pada gerai ritel modern kami, karena kami tidak mungkin membeli mahal dan menjual rugi,” jelasnya.