Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia mengharapkan Presiden terpilih untuk mencabut Undang-undang Cipta Kerja atau Omnibus Law Cipta Kerja karena mempermudah perusahaan melakukan PHK massal.
Sejak regulasi ini terbit, Presiden Aspek Indonesia Mirah Sumirat mengungkapkan, banyak pekerja Indonesia yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan cepat dan mudah serta upah yang didapat para pekerja juga sangat murah.
Mirah mengatakan, upah murah tersebut sudah berlangsung sejak 2015 hingga saat ini. Selain itu, melalui regulasi ini, pengusaha diberikan peluang untuk merekrut pekerja dengan sistem perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).
“Statusnya uda dari pekerja tetap, menjadi kontrak. Nol sampai enam bulan mereka kontrak, setelah itu dilepas, di PHK,” ungkapnya kepada Bisnis, Jumat (2/2/2024).
Dengan sistem kerja seperti ini, para pekerja pada akhirnya tidak mendapatkan jaminan sosial seperti BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan.
Selain mengharapkan agar Omnibus Law Cipta Kerja dicabut, serikat pekerja juga meminta pemerintahan selanjutnya untuk melibatkan stakeholder terkait dalam melakukan revisi aturan tersebut.
Baca Juga
Kedua, para buruh diharapkan mendapatkan subsidi pangan, mengingat harga-harga bahan pokok saat ini melambung tinggi. “Contoh harga telur Rp20.000 per kilogram, berikan [subsidi] untuk pekerja itu Rp6.000 per kilogram,” ujarnya.
Ketiga, Presiden selanjutnya mencabut seluruh regulasi yang tidak pro pada pekerja. Mirah meminta pemerintah untuk kembali pada UU No.13/2013 tentang Ketenagakerjaan, sembari merevisi Omnibus Law Cipta Kerja.
Pemerintah kedepannya juga diharapkan untuk menyesuaikan kurikulum pendidikan Indonesia sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja. Pasalnya, selama ini banyak masyarakat yang bekerja tidak sesuai dengan bidangnya.
“Lulusan insinyur, sipil, dia malah dapat pekerjaan marketing, itu pengangguran terselubung,” ungakpnya.
Dia juga meminta pemerintahan baru untuk menghentikan investasi pada modal dan beralih pada padat karya agar dapat menyerap tenaga kerja sebanyak-banyaknya. Terakhir, mereka mengharapkan agar pemerintah memperbanyak balai pelatihan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja.
“Kami berharap presiden akan datang sungguh-sungguh memikirkan pekerja buruh, bukan hanya suaranya saja yang diambil,” tegasnya.