Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian BUMN membantah bahwa penerapan skema tarif dinamis alias dynamic pricing untuk perjalanan Kereta Cepat WHOOSH, yang berlaku mulai 3 Februari 2024, dipicu oleh sepinya pengguna moda transportasi tersebut.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Mahendra Sinulingga menyampaikan bahwa penetapan skema tarif dinamis bukan disebabkan oleh turunnya minat penumpang, melainkan diakibatkan oleh periode normal setelah mengalami peak season.
“Tidak, itu sedari awal sudah begitu. Kami melihat bahwa kalau lagi puncak-puncaknya tinggi sekali peminat, tetapi pas sedang sepi kita lihat kurang. Jadi, ya sudah kami lihat dinamis saja,” ujarnya saat ditemui di Bandara Soekarno-Hatta, Selasa (30/1/2024).
Adapun, perubahan tarif ini dilakukan setelah adanya kabar viral di media sosial bahwa Kereta Cepat WHOOSH sepi penumpang. Akan tetapi kabar tersebut telah ditepis oleh Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), Dwiyana Slamet Riyadi.
Dwiyana menuturkan tingkat okupansi kereta cepat saat ini masih berada di atas 60%. Kendati demikian, rata-rata penumpang harian Kereta Cepat menurun dari 21.000 orang per hari saat libur Natal dan Tahun Baru (Nataru), menjadi di kisaran 14.000 – 16.000 orang.
Namun, dia mengatakan penurunan ini dinilai wajar karena adanya dinamika pergerakan penumpang pada masa peak season, seperti libur Nataru dan periode normal.
Baca Juga
Di sisi lain, penerapan tarif dinamis akan membuat harga tiket Kereta Cepat bisa dibeli dengan banderol lebih murah, yakni mulai dari Rp150.000 untuk sekali jalan. Namun, harga tersebut hanya berlaku untuk kelas Premium Economy.
General Manager Corporate Secretary KCIC Eva Chairunisa menjelaskan bahwa harga tiket Kereta Cepat akan dijual secara fluktuatif mulai dari Rp150.000, Rp175.000, Rp200.000, Rp225.000, sampai dengan Rp250.000.
“Dengan penerapan skema dynamic pricing, penumpang bisa membeli tiket kereta cepat dengan harga yang lebih hemat bila melakukan perjalanan di waktu tertentu,” tuturnya.
Eva juga menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi tarif dinamis, antara lain, jam sibuk (peak hour) atau jam non sibuk (off peak hour), momen liburan (high season) atau non liburan (low season), serta hari kerja ataupun akhir pekan.
Dia menuturkan pada high season atau peak hour akan ditawarkan tarif lebih tinggi. Sebaliknya, pada momen off peak ditawarkan tarif yang lebih murah. Dengan demikian, penumpang memiliki alternatif perjalanan dengan tarif sesuai kebutuhan hingga daya beli.
“Penerapan tarif dinamis ini akan terus dipantau dan dievaluasi agar dapat terus sesuai dengan kebutuhan penumpang dan operasional WHOOSH,” kata Eva.