Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengadilan Perintahkan Likuidasi Evergrande, Babak Baru Krisis Properti China

Utang pengembang perumahan Evergrande setara dengan 1,68 kali belanja APBN Indonesia 2023. Pengadilan Hong Kong memerintahkan untuk melikuidasi perusahaan.
China Evergrande Center di Wan Chai, Hong Kong./Bloomberg-Kyle Lam
China Evergrande Center di Wan Chai, Hong Kong./Bloomberg-Kyle Lam

Bisnis.com, JAKARTA -- Perintah likuidasi oleh pengadilan Hong Kong atas China Evergrande Group menjadi babak baru krisis properti di China.

Dilansir dari Bloomberg, Senin (29/1/2024), pengadilan yang dipimpin oleh Hakim Linda Chan memutuskan perusahaan pengembang perumahan dari China itu selanjutnya akan dikelola oleh tim likuidasi untuk menyelesaikan tumpukan utang.

Evergrande disebut memiliki utang setara 2,39 triliun yuan (US$333 miliar) atau setara Rp5.270 triliun (kurs dolar hari ini Rp15.826).

Bandingkan dengan realisasi APBN Indonesia 2023 yang mencapai Rp3.121,9 triliun. Artinya utang satu raksasa properti Evergrande ini setara 1,68 kali dari total belanja APBN Indonesia tahun lalu.

Seiring kabar penetapan kebangkrutan, otoritas bursa saham telah menghentikan perdagangan saham Evergrande. Sebelum penghentian, harga saham perusahaan merosot 21%. Akibatnya kapitalisasi Evergrande saat penghentian perdagangan tinggal HK$2,15 miliar (US$275 juta) alias sekitar Rp4,35 triliun. Jauh di bawah nilai utang. 

Keputusan pengadilan ini dinilai akan menjadi pemantik arah restrukturisasi ekonomi China. “[Keputusan pailit] merupakan tonggak sejarah bagi restrukturisasi sektor properti China, dan bagaimana pihak berwenang menarik garis batas antara pemangku kepentingan di luar negeri dan dalam negeri akan menjadi isu penting yang harus diperhatikan investor,” kata Homin Lee, ahli strategi makro Asia di Lombard Odier Singapura.

Pernyataan ini mengacu kepada realitas bahwa sebagian utang jumbo Evergrande juga digenggam oleh investor global.

Perusahaan properti terbesar di China dalam satu dekade terakhir berdasarkan penjualan ini pertama kali dilaporkan gagal membayar obligasi dolar pada Desember 2021. Permohonan likuidasi kemudian diajukan salah satu investor utamanya pada Juni 2022 yakni Top Shine Global Limited dari Intershore Consult (Samoa) Ltd.

Sejak gagal bayar pada tahun 2021, Evergrande telah mengajukan beberapa rencana restrukturisasi. Namun prosesnya mengalami berbagai kendala. Mereka membatalkan pertemuan krediturnya pada menit-menit terakhir di akhir September 2023, dengan alasan bahwa rencana terbaru tersebut memerlukan penilaian ulang.

Perusahaan kemudian mengusulkan rencana restrukturisasi terbaru pada Januari dan bertujuan untuk menyajikan term sheet baru pada bulan Maret mendatang. Namun upaya itu gagal memberi Evergrande lebih banyak ruang untuk bernapas.

Bahkan dengan adanya perintah penutupan, likuidator kemungkinan akan menghadapi proses yang lebih rumit. Pasalnya, sebagian besar proyek Evergrande dioperasikan oleh unit lokal, yang mungkin sulit direbut oleh likuidator luar negeri. Dan pekerjaan konstruksi, penyediaan perumahan, dan kegiatan lainnya di daratan Tiongkok kemungkinan akan terus berlanjut selama proses likuidasi berlangsung.

Pasar properti terus merosot bahkan ketika Tiongkok memperkenalkan sejumlah langkah baru untuk membendung penurunan harga dan lesunya permintaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Anggara Pernando
Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper