Bisnis.com, JAKARTA — Pembentukan Organisasi Pelaksana Program Energi Nuklir atau Nuclear Energy Program Implementation Organization (NEPIO) untuk mempercepat pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Indonesia tinggal menunggu persetujuan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Tim Percepatan Pembangunan PLTN ini nantinya akan bertanggung jawab kepada presiden dalam rangka persiapan dan pelaksanaan pembangunan PLTN untuk mendukung tercapainya target transisi energi dan emisi nol bersih tahun 2060.
Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (Sekjen DEN) Djoko Siswanto mengatakan bahwa pembentukan NEPIO memang menjadi syarat dari International Atomic Energy Agency (IAEA) untuk Indonesia dapat mengembangkan PLTN.
"Rekomendasi IAEA untuk komersialisasi nuklir kita harus memenuhi 19 persyaratan, 16 sudah, tinggal 3 lagi, salah satunya NEPIO," ujar Djoko dalam konferensi pers, Rabu (17/1/2024).
Adapun, Tim Percepatan Pembangunan PLTN akan diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marinves) Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif.
DEN akan melaporkan rancangan struktur organisasi badan nuklir itu kepada Presiden Jokowi.
Baca Juga
“Dalam sidang paripurna yang dipimpin Pak Presiden akan kita paparkan juga sekaligus minta arahan, ketuanya Menko Marinves Luhut dan ketua hariannya Menteri ESDM Arifin Tasrif,” kata Djoko.
Selanjutnya, anggota NEPIO bakal berisikan ketua dewan pengarah BRIN, menteri atau kepala lembaga terkait, anggota DEN dan ketua majelis pertimbangan tenaga nuklir.
Sementara itu, struktur NEPIO juga mengakomodasi wakil ketua harian tim atau kapokja yang membawahi Pokja 1 urusan strategi, perencanaan dan kewilayahan. Selanjutnya, Pokja 2 membidangi perizinan, pembangunan, dan pengoperasian dan Pokja 3 mengurusi hubungan kelembagaan dan masyarakat.
“Nuklir ini penting mendapat respons dari masyarakat,” kata Djoko.
Komersialisasi PLTN
Adapun, pemerintah tengah mempercepat target operasi komersial PLTN untuk meningkatkan bauran energi baru terbarukan (EBT). Pengembangan PLTN kini tak lagi menjadi pilihan terakhir pemerintah untuk mengakselerasi pengembangan energi terbarukan
Dalam draf revisi Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2014 Tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang telah diselesaikan oleh DEN, target operasi komersial PLTN dipercepat ke 2032. Sebelumnya, PLTN ditarget beroperasi komersial pada 2039 dalam peta jalan nol emisi karbon nasional.
Berdasarkan peta jalan yang baru, DEN menetapkan target bauran EBT di rentang 19% sampai dengan 21% pada 2030. Saat itu, pemerintah berencana bakal menghentikan impor bensin dan LPG.
Selanjutnya, bauran EBT dikerek di level 25% sampai dengan 26% pada 2035, dengan asumsi pembangkit listrik tenaga nuklir pertama beroperasi pada 2032 dengan kapasitas terpasang 250 megawatt (MW).