Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengembang Listrik Swasta Sayangkan Target Bauran EBT 2025 Dikoreksi Jadi 17%

Pemerintah berencana mengoreksi target bauran energi baru terbarukan (EBT) dalam peta jalan net zero emission (NZE) 2024 sampai dengan 2060 mendatang.
Turbin Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Sidrap tertutup kabut di Kecamatan Watang Pulu Kabupaten Sindereng Rappang, Sulawesi Selatan, Senin (15/1)./JIBI-Abdullah Azzam
Turbin Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Sidrap tertutup kabut di Kecamatan Watang Pulu Kabupaten Sindereng Rappang, Sulawesi Selatan, Senin (15/1)./JIBI-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA — Pengembang listrik swasta atau independent power producer (IPP) menyayangkan rencana pemerintah yang mengoreksi target bauran energi baru terbarukan dalam peta jalan nol emisi atau net zero emission (NZE) 2024 sampai dengan 2060 mendatang. 

Lewat revisi Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2014 Tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN), pemerintah bakal mengoreksi target bauran EBT ke rentang 17% sampai dengan 19% pada tahun 2025 mendatang. 

Persentase itu lebih rendah dari target bauran EBT sebelumnya yang dipatok di level 23% pada 2025. 

“Sayang sekali kalau bauran EBT diturunkan,” kata Ketua Umum Asosiasi Produsen Listrik Swasta (APLSI) Arthur Simatupang saat dihubungi, Rabu (17/1/2024). 

Menurut Arthur, pemerintah justru perlu meningkatkan lelang pembangkit EBT dari PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN untuk mengejar ketertinggalan bauran dari target 23% sampai tahun depan. 

“Kalau tidak ada proyek maka akan lambat sekali pertumbuhannya,” kata Arthur. 

Berdasarkan peta jalan yang baru, Dewan Energi Nasional (DEN) menetapkan bauran EBT di rentang 19% sampai dengan 21% pada 2030. Saat itu, pemerintah berencana bakal menghentikan impor bensin dan LPG.  

Selanjutnya, bauran EBT dikerek di level 25% sampai dengan 26% pada 2035, dengan asumsi pembangkit listrik tenaga nuklir pertama beroperasi pada 2032 dengan kapasitas terpasang 250 megawatt (MW).  

Adapun, target bauran EBT dikerek ke level 38%-41% pada 2040, dengan asumsi pemanfaatan CCS/CCUS jamak dilakukan di pembangkit listrik dan industri.   

Selanjutnya, bauran EBT ditargetkan mencapai 52% sampai dengan 54% pada 2050, dengan penerapan B50 sampai dengan B60 dan E10 sampai dengan E40.  

Saat ini, revisi PP Kebijakan Energi Nasional tengah masuk tahap finalisasi harmosisasi di Kemenkumham. Selanjutnya, revisi beleid itu bakal dibawa ke sidang paripurna yang dipimpin presiden sebelum dibahas ke parlemen.  

Setali tiga uang dengan Arthur, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa berpendapat koreksi target bauran EBT itu bakal menggerus kepercayaan investor dan dunia internasional atas komitmen transisi energi di Indonesia. 

“Kalau aturan itu disetujui justru akan menghambat dan menunjukkan Indonesia tidak konsisten dan akan memengaruhi kepercayaan investor dan negara-negara mitra,” kata Fabby.

Menurut Fabby, pemerintah perlu membahas lebih detail model dan konsekuensi dari evaluasi peta jalan NZE tersebut dalam revisi PP kebijakan energi nasional tersebut. 

Dia khawatir koreksi bauran EBT itu justru bakal berdampak pada target-target penambahan pembangkit bersih dari PLN dan rekanan swasta lainnya. 

“Berarti nanti RUPTL-nya EBT-nya lebih kecil, lelang lebih sedikit, pembangkit fosil dipertahankan kalau dulu batu bara sekarang beralih ke gas ya,” kata dia. 

Sebelumnya, Kepala Biro Fasilitasi Kebijakan Energi dan Persidangan DEN Yunus Saefulhak menuturkan, koreksi target bauran itu dilakuan untuk menyesuaikan dengan asumsi makro ekonomi saat ini yang meleset dari asumsi awal di level 7% sampai dengan 8%.  

Adapun, proyeksi makro ekonomi belakangan dikoreksi ke level 6% sampai dengan 7%. Menurut Yunus, asumsi anyar ini menyesuaikan dengan hitung-hitungan makro yang digunakan sampai dengan Indonesia Emas 2045. 

“Dalam pembaruan Kebijakan Energi Nasional [KEN] nanti kalau diketok ini kan masih harmonisasi kalau sudah diteken presiden maka bauran EBT menjadi 17%-19%,” kata Yunus saat konferensi pers di Jakarta, Rabu (17/1/2024). 

DEN menargetkan revisi PP Nomor 79 Tahun 2014 Tentang Kebijakan Energi Nasional dapat selesai tahun ini. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper