Bisnis.com, JAKARTA – Undang-undang No. 17/2003 tentang Keuangan negara menetapkan batas aman rasio utang Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) adalah sebesar 60%.
Berdasarkan data terakhir Kementerian Keuangan (Kemenkeu), rasio utang pemerintah adalah sebesar 38,11% terhadap PDB atau secara nilai mencapai Rp8.041,01 triliun.
“Nilai rasio utang tersebut lebih rendah dibandingkan akhir 2022 dan masih di bawah batas aman 60% PDB sesuai UU Nomor 17/2003,” tulis Kemenkeu dalam Buku APBN Kita edisi Desember 2023, dikutip Kamis (11/1/2024).
Kemenkeu menyatakan bahwa pemerintah senantiasa melakukan pengelolaan utang secara cermat dan terukur, baik berdasarkan komposisi mata uang, suku bunga, serta jatuh tempo yang optimal.
Mengapa Pemerintah Perlu Utang?
Melalui situs resmi Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu, disebutkan empat alasan pemerintah perlu berutang.
- Pertama, yaitu untuk menjaga momentum dan menghindari opportunity loss. Salah satu alasan pemerintah berutang adalah karena adanya kebutuhan belanja yang tidak bisa ditunda, yang mana jika ditunda justru akan mengakibatkan biaya atau kerugian yang lebih besar kedepannya, misalnya terkait fasilitas kesehatan dan ketahanan pangan. Pemerintah melakukan pembiayaan pembangunan untuk menutup gap penyediaan infrastruktur dan meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia yang cenderung masih tertinggal dibandingkan dengan negara lain.
- Kedua, memberikan legacy atau aset yang baik untuk generasi selanjutnya, yaitu menggunakan utang untuk membiayai hal-hal yang produktif dan memberikan manfaat bagi generasi mendatang, seperti belanja infrastruktur dan pendidikan.
- Ketiga, menjaga pertumbuhan ekonomi. Jika rasio utang ditahan pada tingkat yang sangat rendah, maka dorongan terhadap pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja tidak akan optimal.
- Keempat, mengembangkan pasar keuangan. Instrumen utang pemerintah yang diperdagangkan di pasar keuangan digunakan sebagai acuan bagi industri keuangan. Instrumen utang pemerintah juga dapat menjadi alternatif investasi bagi masyarakat.
Rasio Utang RI Terhadap PDB
Tercatat, rasio utang pemerintah terhadap PDB mengalami peningkatan selama masa pandemi Covid-18. Peningkatan rasio ini sejalan dengan defisit APBN yang melebar karena belanja negara yang membengkak untuk menangani pandemi Covid-19.
Baca Juga
Rasio utang pada akhir 2020 dan 2021 misalnya, masing-masing tercatat meningkat menjadi sebesar 39,43% dan 40,72% terhadap PDB.
Posisi rasio utang ini meningkat tinggi dibandingkan dengan level pada 2019 yang sebesar 30,23%. Pada akhir 2022, rasio utang mulai mencatatkan penurunan, yaitu menjadi sebesar 39,7% terhadap PDB.
Kemenkeu menyatakan, rasio utang Indonesia relatif lebih moderat jika dibandingkan dengan negara lain, juga dapat dipastikan tetap wajar dan terkendali di bawah batas 60% terhadap PDB.
Jenis-jenis Utang
Berdasarkan jenisnya, utang pemerintah terbagi menjadi dua, yaitu pinjaman dan Surat Berharga Negara (SBN).
Jika drincikan, pinjaman merupakan pembiayaan melalui utang yang bisa bersumber dari dalam ataupun luar negeri, yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu.
Sementara Surat Utang Negara (SUN) adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang, dalam mata uang rupiah maupun valuta asing, yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh negara, sesuai dengan masa berlakunya.
Selain itu, pemerintah juga menerbitkan Surat Berharga Syariah Negara atau sukuk negara, yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, baik dalam mata uang rupiah maupun mata uang asing.