Bisnis.com, JAKARTA - Sepanjang 2023 menjadi tahun yang penuh tantangan bagi perekonomian global. Ketidakpastian perekonomian global terutama dipicu oleh konflik geopolitik, yaitu perang Rusia dan Ukraina serta konflik di Timur Tengah.
Pada sisi lain, dampak El Nino yang berkepanjangan juga menambah terganggunya sisi suplai dan produktivitas komoditas pangan, sehingga menimbulkan tekanan terhadap inflasi. Kondisi tersebut mendorong bank sentral di banyak negara mempertahankan suku bunga tinggi, sehingga berdampak pada terbatasnya likuiditas global, sehingga menimbulkan tekanan terhadap suku bunga dan nilai tukar khususnya di negara berkembang termasuk Indonesia.
Tingginya suku bunga global membatasi ruang kebijakan pemulihan ekonomi di banyak negara. Pertumbuhan global tahun ini diperkirakan melambat signifikan ke 3,0% YoY dari 3,5% pada tahun lalu. Indikator PMI Manufaktur global pada November 2023 masih berada di zona kontraksi di level 49,3. Mayoritas negara-negara dunia mengalami kontraksi termasuk di antaranya AS, negara-negara di Eropa, dan Jepang.
Sementara itu, beberapa negara masih mengalami ekspansi, termasuk di antaranya Indonesia, India dan China. Sementara itu perlambatan perekonomian China juga turut memengaruhi laju pemulihan ekonomi global. China menghadapi krisis di sektor properti, sektor yang menopang sekitar 30% perekonomiannya. Di sisi lain, China juga dihadapkan pada perang dagang dengan AS yang menambah tekanan melalui penurunan foreign direct investment, terutama pada komoditas berbasis teknologi tinggi.
Pada sisi lain, AS juga tengah menghadapi permasalahan internal bersamaan dengan ekonomi Eropa yang terus melemah. Fiskal AS mengalami tekanan akibat level utang tinggi di tengah penerimaan negara yang belum pulih. Kondisi ini memaksa AS menerbitkan surat utang dalam jumlah besar, memicu capital inflow ke AS sehingga negara EMs mengalami tekanan nilai tukar dan yield surat berharga. Demikian halnya dengan ekonomi Eropa yang bahkan menunjukkan tren yang terus melemah, terutama Jerman yang sudah mengalami kontraksi ekonomi.
Namun, di tengah ketidakpastian dan pelemahan ekonomi global, perekonomian Indonesia masih cukup resilien. Pertumbuhan ekonomi di triwulan III/2023 tercatat sebesar 4,94 % (YoY), atau sampai dengan triwulan III/2023 sebesar 5,05% (ctc).
Baca Juga
Capaian tersebut ditopang permintaan domestik yang masih kuat sejalan dengan inflasi yang terkendali serta dukungan kebijakan fiskal Pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat. Aktivitas investasi juga menunjukkan kinerja positif didukung proses penyelesaian proyek strategis nasional (PSN).
Dari sisi produksi, sektor-sektor utama tumbuh positif seiring penguatan permintaan domestik dan pulihnya aktivitas masyarakat. Sektor manufaktur tumbuh 5,2% YoY pada triwulan III/2023 didukung kuatnya permintaan domestik. Kuatnya permintaan domestik dan aktivitas masyarakat juga mendorong mendorong pertumbuhan double digit pada sektor Akomodasi dan Transportasi (10,9%).
Kinerja neraca perdagangan juga masih positif di tengah lemahnya permintaan global. Indonesia masih mencatat surplus US$33,63 miliar (Jan—Nov). Namun, tren pelemahan ekonomi global ke depan dan risiko penurunan harga komoditas unggulan ekspor perlu terus dicermati.
Laju inflasi relatif terkendali pada rentang target Pemerintah. Inflasi 2023 diperkirakan sekitar 2,61% (YoY). Koordinasi yang kuat Tim Pengendalian Inflasi, baik di level pusat maupun daerah, serta efektivitas peran APBN sebagai instrumen shock absorber menjadi faktor kunci terkendalinya inflasi, khususnya inflasi pangan yang terdampak oleh fenomena El Nino di tahun 2023. Menguatnya aktivitas ekonomi nasional juga berdampak positif pada kesejahteraan masyarakat.
Tingkat pengangguran mengalami penurunan signifikan menjadi 5,32% pada Agustus 2023 dari sebelumnya 5,86% pada Agustus tahun lalu. Penciptaan lapangan kerja yang lebih baik, relatif terkendalinya inflasi, serta kebijakan penebalan bansos yang dikeluarkan oleh pemerintah mampu menurunkan tingkat kemiskinan dari 9,54% di tahun 2022 menjadi 9,36% tahun 2023.
Di tengah perkembangan perekonomian global yang bergerak sangat dinamis, realisasi APBN di tahun 2023 menunjukan kinerja yang solid dan kredibel. APBN tahun 2023 dioptimalkan sebagai shock absorber untuk merespons gejolak perekonomian. APBN tahun 2023 juga mampu menopang agenda pembangunan dan menjaga stabilitas ekonomi, melindungi daya beli masyarakat miskin dan rentan dengan tetap menjaga keberlanjutan fiskal sekaligus menyiapkan pondasi yang kokoh untuk menyongsong dinamika perekonomian di tahun 2024.
Pelaksanaan APBN 2023 mencatatkan kinerja positif. Pertama, pendapatan negara mampu mencapai Rp2.774,3 triliun melebihi target (112,6% dari APBN atau 105,2% dari Perpres 75), di tengah gejolak perekonomian global dan termoderasinya harga komoditas. Kedua, perpajakan mencapai Rp2.155,4 triliun melebihi target atau tumbuh positif 5,9% YoY, terutama ditopang oleh pemulihan aktivitas ekonomi yang makin menguat dan buah dari reformasi perpajakan, sehingga rasio perpajakan mencapai 10,2% PDB.
Ketiga, kinerja PNBP meningkat signifikan mencapai Rp605,9 triliun, terutama ditopang volatilitas harga komoditas, kinerja BUMN dan inovasi layanan.
Keempat, belanja negara terserap optimal mencapai Rp3.121,9 triliun atau 102% dari pagu APBN, sehingga mampu menopang aktivitas ekonomi, melindungi daya beli dan mendukung berbagai agenda pembangunan (penurunan stunting, kemiskinan ekstrem, mitigasi El Nino, persiapan Pemilu, Pembangunan IKN dan infrastruktur prioritas);
Kelima, realisasi Transfer ke Daerah mencapai Rp881,3 triliun terutama untuk mendukung penguatan perekonomian daerah, meningkatkan kualitas layanan publik serta peningkatan kemandirian termasuk untuk pembayaran kurang bayar DBH. Keenam, primary balance mulai positif Rp92,2 triliun sejak 2012.
Ketujuh, defisit jauh lebih terkendali yaitu sebesar Rp347,6 triliun atau 1,65% PDB jauh lebih rendah dari target APBN: Rp598,2 triliun (2,84% PDB) atau target Perpres 75 : Rp479,9 triliun (2,27% PDB), sehingga risiko utang terjaga dalam batas yang manageable;
Kedelapan, pembiayaan investasi mencapai Rp90,1 triliun, utamanya untuk mendukung percepatan pembangunan infrastruktur, peningkatan akses pembiayaan perumahan bagi MBR, dukungan untuk PSN dan penguatan kualitas SDM.
Kesembilan, kinerja APBN 2023 yang positif, juga mampu menyiapkan buffer yang memadai, untuk menopang pelaksanaan APBN di tahun 2024.