Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa inflasi di dalam negeri berhasil dijaga stabil dan terkendali dalam rentang 2-4% pada 2023.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, tingkat inflasi Indonesia tercatat sebesar 2,61% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada akhir 2023, turun dari realisasi inflasi pada 2022 sebesar 5,51%.
Airlangga mengatakan di luar periode terdampak pandemi (2020-2021), realisasi inflasi pada 2023 merupakan yang terendah sejak 2000.
Menurutnya, pencapaian ini tidak terlepas dari koordinasi dan sinergi yang kuat berbagai pihak melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID) dalam mengendalikan gejolak harga di tengah ketidakpastian yang masih tinggi salah satunya gangguan cuaca dari El Nino.
“Selain itu, capaian tersebut juga lebih baik dibandingkan realisasi inflasi sejumlah negara yang masih berada di atas sasaran targetnya,” katanya dalam siaran pers, Rabu (3/1/2024).
Airlangga menyampaikan, beberapa negara masih mengalami inflasi di atas sasaran target, diantaranya Euro Area sebesar 2,4%, Jepang 2,8%, Amerika Serikat 3,1%, Korea Selatan 3,2%, Jerman 3,2%, Inggris 3,9%, Rusia 7,5%, Turki 62,0%, dan Argentina 160,9% yoy.
Baca Juga
Airlangga menyampaikan, perkembangan inflasi pada Desember 2023 dipengaruhi oleh pergerakan seluruh komponen inflasi.
Komponen harga yang diatur pemerintah atau administered prices mengalami inflasi sebesar 0,39% secara bulanan (month-to-month/mtm, atau 1,72% yoy. Tarif angkutan udara, rokok kretek filter, dan rokok kretek putih menjadi komoditas penyumbang.
Sementara itu, komponen inti mengalami inflasi sebesar 0,14% mtm atau 1,80% yoy. Airlangga mengatakan, berdasarkan catatan Trading Economics, realisasi inflasi inti Indonesia merupakan salah satu yang terendah yakni berada di peringkat 10 dari 86 negara.
Lebih lanjut, inflasi komponen harga pangan bergejolak atau volatile food mengalami peningkatan yang tercatat sebesar 1,42% mtm atau 6,73% yoy.
Gangguan cuaca akibat El Nino, imbuh Airlangga, menyebabkan produksi pangan terutama padi dan aneka cabai menjadi tidak optimal. Hal ini mendorong peningkatan harga beras dan cabai yang menjadikan kedua komoditas tersebut sebagai penyumbang utama inflasi sepanjang 2023.
Dia mengatakan pemerintah sepanjang 2023 berupaya menjaga ketersediaan pasokan pangan dan menjaga keterjangkauan harga, yang dilakukan diantaranya melalui penguatan cadangan pangan pemerintah khususnya beras, penyaluran beras medium melalui program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP), maupun penyaluran bantuan pangan beras.
Pemerintah juga melaksanakan program mobilisasi pangan melalui fasilitasi distribusi pangan. Komoditas pangan dengan realisasi terbanyak adalah komoditas jagung, kedelai, dan beras.
Airlangga menambahkan pemerintah pun melaksanakan secara masif program Gerakan Pangan Murah (GPM) yang dikoordinasikan oleh Badan Pangan Nasional pada 1.626 lokasi di 36 provinsi dan 324 kabupaten/kota. Program serupa seperti Operasi Pasar Murah juga telah dilaksanakan oleh 448 pemerintah daerah untuk menahan gejolak harga di daerah.
Dia menyatakan, berbagai program kebijakan yang disinergikan dari pemerintah pusat dan daerah mampu menahan kenaikan harga pangan lebih lanjut. Ke depan, pemerintah juga akan terus mewaspadai dan memonitor fenomena domestik maupun global yang dapat berdampak terhadap inflasi.
“Di tengah berbagai tantangan yang dihadapi saat ini, termasuk target inflasi yang semakin ketat, komitmen dan sinergi bersama seluruh pihak baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan Bank Indonesia akan terus diperkuat guna menjaga inflasi tetap stabil dan terkendali dalam rentang sasaran,” tuturnya.