Bisnis.com, JAKARTA - TKN Prabowo-Gibran mengungkapkan strategi untuk menjaga agar ekonomi Indonesia dapat bertahan dari guncangan global.
Hal tersebut diungkapkan oleh Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran Drajad Hari Wibowo. Menurutnya, ahwa pasangan capres dan cawapres nomor urut 2 tersebut menggunakan konsep stimulus keynesian.
“Dengan konsep itu, makanya kita banyak menekankan pada pembiayaan negara. Kami berharap dengan stimulus keynesian akan cukup untuk memproteksi ekonomi Indonesia dari berbagai ancaman risiko dari luar,” jelasnya kepada Bisnis pada Rabu (27/12/2023).
Lanjutnya, Drajad menuturkan bahwa kunci yang perlu dilakukan adalah benar-benar menggali sumber penerimaan. Dengan sumber penerimaan solid, dia berpendapat bahwa Indonesia akan siap untuk menghadapi dari apa yang terjadi di luar negara.
Adapun, jika sumber penerimaan lebih lemah, menurutnya Indonesia akan bergantung pada pembiayaan dari utang dan mungkin akan memicu capital outflow dan biaya obligasi menjadi terlalu mahal. Hal ini dinilai dapat membuat ekonomi makro menjadi berisiko.
Menimbang hal tersebut, maka konsep tersebut digunakan agar perekonomian Indonesia menjadi cukup kuat. Kendati demikian, ekonom senior itu mengungkapkan bahwa Indonesia harus juga bersiap menghadapi berbagai perubahan di luar.
Baca Juga
Sebagai contoh dari perubahan yang bisa saja terjadi, Drajad menyebutkan soal apakah akan terjadi konflik atau tidak di Laut China Selatan.
“Kita berharap tidak [terjadi konflik]. Tapi jika misalkan terjadi konflik apa yang kita lakukan? Kita harus siap,” ucapnya.
Berdasarkan catatan Bisnis, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan bahwa ketidakpastian pasar keuangan mulai mereda seiring suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) yang berpotensi turun pada 2024.
Namun, Sri Mulyani menuturkan bahwa masih ada dua risiko dari sisi global yang perlu untuk diwaspadai, yakni perlambatan ekonomi China yang merupakan salah satu negara mitra dagang terbesar Indonesia dan risiko dari fragmentasi geopolitik yang menyebabkan dunia tidak lagi terglobalisasi.
“Jadi kita tetap akan menghadapi 2024 yang eksternalnya tidak friendly dan punya masalah fundamental,” jelas Sri Mulyani.