Bisnis.com, UBUD -- Coklat artisan lokal kian mentereng di pasar global. Kendati bahan baku masih menjadi tantangan, peluang untuk mengeruk potensi olahan bean to bar cokelat terus dilakukan.
Salah satunya dilakukan oleh Ubud Raw Chocolate yang mampu memasarkan produk olahan kakao ke berbagai negara di benua Eropa, Afrika, Australia, dan Amerika.
Co-Founder Ubud Raw Chocolate, Olivia Putri menceritakan perjalanan ekspor cokelat asal Bali itu yang bermula sejak 2019. Ekspor menjadi salah satu penyelamat bisnisnya kala pandemi Covid-19 menghadang.
"Kita nggak pernah ekspor biji, jadi memang kita ekspor end product-nya langsung, yang langsung siap dikonsumsi," kata Olivia di Ubud Raw Chocolate, Jumat (29/12/2023).
Beberapa produk hasil olahan kakao yang diekspor yakni fresh cokelat, cokelat bar, ceremonial kakao, elixir cokelat, dan coconut sugar. Porsi ekspor cokelat mencapai 40%, dibandingkan dengan pasar domestik.
Dalam sebulan, rata-rata ekspor Ubud Raw Chocolate mencapai 500 kg per bulan dengan omzet penjualan hingga ratusan juta rupiah. Adapun, kebutuhan biji kakao untuk pengolahan sebanyak 3 ton per bulan.
Baca Juga
"3 ton itu kakao yang kita olah dalam 1 bulan, bahan jadinya masih di bawah itu. Sebenarnya bisa aja ningkat kalau bahan bakunya ada," ujarnya.
Bahan baku olahan kakao yang digunakannya itu diperoleh 100% dari koperasi petani lokal di berbagai daerah Indonesia, mulai dari Bali, Papua, Sulawesi, Kalimantan, hingga Sumatra.
Sejak awal didirkan pada 2015, Ubud Raw Chocolate berkomitmen untuk memberdayakan petani lokal. Namun, seiring berjalannya waktu, terdapat kendala bahan baku yang disebabkan gagal panen akibat cuaca tak menentu.
"Kita sudah kesulitan bahan baku sepanjang 2023. Sebenarnya dari 2022 juga sudah sulit. Tahun 2021 itu awal mula kesulitan tetapi kita masih punya stok biji," terangnya.
Terlebih, selama 3 tahun terakhir, bahan baku untuk kakao fermentasi sudah sangat-sangat sulit. Untuk diketahui, salah satu pembeda Ubud Raw Chocolate dengan produk olahan kakao lainnya yaitu mengandalkan biji kakao fermentasi.
"Semua kakao yang kita produksi di sini itu tanpa roasting. Jadi kita benar-benar mengandalkan dari biji kakao fermentasi," tuturnya.
Sebab, kakao yang tidak dipanggang memiliki antioksidan yang lebih tinggi, sehingga manfaat terhadap kesehatannya pun lebih besar. Hal inilah yang membuat produknya di idolakan ekspor.
Lebih lanjut, Olivia bercerita tantangan selama El Nino yang berjalan sepanjang 2023. Kondisi tersebut membuat produksi anjlok hingga 50%. Namun, dia tetap mempertahankan penggunaan bahan baku lokal ketimbang opsi impor kakao.
"Untungnya, partner-partner kita yang di luar negeri pun mereka paham jadi kalau misalnya mereka minta 500 kg terus aku bilang gak ada bijinya dan hanya bisa kirim 200 saat bulan ini, mereka nerima," pungkasnya.
Dalam hal ini, dia bersyukur menjadi salah satu usaha yang mendapat support dari Kementerian Perindustrian, khususnya terkait dengan pemetaan wilayah potensial untuk pemasok kakao fermentasi.