Bisnis.com, JAKARTA - Dewan Karet Indonesia (Dekarindo) mencatat penurunan produksi karet alam sebesar 20% secara year-on-year (yoy) yang disebabkan serangan wabah penyakit pada tanaman.
Ketua Umum Dekarindo, Azis Pane mengatakan penurunan produksi karet alam juga disebabkan maraknya konversi lahan yang dilakukan petani karet ke komoditas lain karena harga jual yang rendah.
“Sekarang ada penyakit kukur daun yang namanya pestilopsis itu, belum diselesaikan oleh pemerintah. Belum lagi rendahnya produktivitas petani,” kata Azis, dikutip Rabu (27/11/2023).
Dia menuturkan, tak sedikit petani karet yang kini memilih untuk menanam sawit, tebu, dan komoditas lain yang memiliki harga jual lebih tinggi. Azis mencontohkan lahan karet di Medan yang kini ditebang dan digantikan sawit.
Kondisi ini pun membuat pabrik-pabrik olahan karet tidak berjalan optimal, karena minimnya bahan olahan karet rakyat (Bokar) yang dihasilkan petani.
Utilisasi kapasitas industri crumb rubber saat ini tercatat sebesar 40,2%. Rendahnya utilitas memicu penutupan 46 pabrik olahan dari total 152 sepanjang 6 tahun terakhir.
Baca Juga
Penyebabnya yakni wabah gugur daun atau Pestalotiopsis sp yang terjadi pada 500.000 hektare lahan karet sehingga menghilangkan produksi nasional 30%. Fenomena ini juga menyebabkan kelangkaan bahan baku yang membuat impor terus meningkat setiap tahun.
“Kalau pemerintah gak all out membantu industri karet, terutama pemerintahan baru nanti, kita akan kacau ini, karena pesaing kita semakin banyak,” tuturnya.
Azis melihat pengembangan industri karet di sejumlah negara seperti Malaysia, Vietnam, hingga sejumlah negara di Afrika dan Amerika Latin semakin masif.
Jika dibiarkan, Indonesia yang merupakan salah satu produsen terbesar karet di dunia akan tergeser oleh negara-negara tersebut, lantaran produktivitas yang semakin susut.
Berdasarkan data Gapkindo, produksi karet alam nasional pada tahun 2023 diperkirakan sebanyak 2,25 juta ton atau turun dari produksi tahun lalu sebanyak 2,65 juta ton.
Begitupun dari segi ekspor yang turun dari 2,08 juta ton pada 2022 menjadi 1,76 juta ton hingga akhir tahun 2023. Sementara itu, dari segi nilai ekspor karet alam diproyeksi mencapai US$2,51 miliar pada 2023 atau turun dari nilai ekspor pada 2017 lalu sebesar US$5,58 miliar. Hal ini disebabkan harga karet yang fluktuatif, cenderung melemah.