Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mimpi Swasembada Garam Karam, Produksi Lokal Rendah

Volume konsumsi garam industri yang tinggi, belum bisa diimbangi produksi dalam negeri. Mimpi Presiden Joko Widodo atau Jokowi pun buyar.
Petani garam Amed memanen garam menggunakan alat tradisional. JIBI/BISNIS-Feri Kristianto
Petani garam Amed memanen garam menggunakan alat tradisional. JIBI/BISNIS-Feri Kristianto

Bisnis.com, JAKARTA – Besarnya permintaan garam industri tidak dibarengi kesiapan produksi lokal. Mimpi Presiden Joko Widodo atau Jokowi pun ikut sirna.

Presiden Joko Widodo bermimpi menyetop importasi garam untuk kebutuhan nasional. Sebaliknya, petambak garam dalam negeri masih pontang-panting mengejar standardisasi garam industri.

Alih-alih memasok untuk industri pengolahan, para petambak garam harus berpuas hati memasok garam konsumsi domestik. Padahal, kebutuhan garam industri lebih besar dari konsumsi.

Kebutuhan garam nasional membutuhkan 4,7 juta ton per tahun yang mencakup garam konsumsi dan industri. Adapun produksi garam nasional sebesar 1,9 juta ton hanya untuk segmen konsumsi, bukan industri. 

Sementara itu, kebutuhan garam sebesar 2,8 juta ton masih perlu impor, khususnya untuk industri chlor alkali plant, aneka pangan, dan farmasi. Dalam hal ini, industri Chlor Alkali Plant (CAP) menyerap sekitar 2,3 juta ton.

Salah seorang Petambak Garam Madura Ahmad Sanusi mengatakan pihaknya menyanggupi untuk memenuhi kebutuhan garam industri pengolahan. Namun, perlu dukungan dan bantuan pemerintah untuk mewujudkannya. 

Sebab, kebutuhan garam industri cukup sulit karena standar yang tinggi. Sebaliknya, untuk kebutuhan garam konsumsi tambak garam yang dikelolanya di Madura telah mampu memproduksi 30.000 ton per tahun. 

"Untuk konsumsi sudah memenuhi persyaratan, tetapi pabrikan itu banyak kekurangan garam untuk industri, di industri ini masih agak kesulitan," kata Sanusi, belum lama ini.

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, standar garam industri cukup bervariasi, misalnya garam Grade 1 dengan kandungan NaCl (Natrium Klorida) minimal 99,5%, sementara untuk Grade 2 memiliki kandungan NaCl sebesar 98,5%.

Sedangkan, rata-rata garam lokal hanya memiliki kadar NaCL sebesar 87%-92%. Sanusi menuturkan, sulit bagi petani untuk menggaet pelanggan dari pabrikan industri lantaran tidak ada barang atau produk garam yang memenuhi standar tersebut. 

"Setelah terjalin hubungan baik dengan pelanggan, ternyata barangnya tidak ada, itu yang perlu pemikiran kita untuk ke depan, karena kebutuhan industri ini sangat besar," ungkapnya. 

IMPOR GARAM

Produksi garam domestik yang belum memadai secara kualitas, memaksa konsumsi ditutup lewat mekanisme impor. Hal inipun tercermin secara statistik.

Sepanjang 2022, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor garam sebanyak 2,75 juta ton senilai US$124,4 juta. 

Angka impor tersebut tidak mengalami penurunan signifikan dalam 5 tahun terakhir. Misalnya, pada 2017 tercatat impor garam sebanyak 2,5 juta ton senilai US$83 juta yang datang dari Australia, India, New Zealand dan Thailand.

Di sisi lain, Presiden Jokowi telah meneken Peraturan Presiden (Perpres) No.126/2022 tentang Percepatan Pergaraman Nasional meminta kebutuhan garam, termasuk garam industri harus dipenuhi dari hasil produksi dalam negeri oleh petambak garam dan badan usaha paling lambat 2024. 

Namun, belum ada langkah signifikan untuk mewujudkan target pemerintahan Jokowi tersebut. Sebab, Ketua Umum Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) Cucu Sutara menyebutkan hingga saat ini belum ada produksi garam nasional yang bisa masuk ke industri

"Yang paling besar itu kebutuhan untuk CAP 2,7 juta ton, kalau aneka pangan 600.000 ton, untk farmasi 6.000 ton. Seluruhnya masih impor karena mereka butuh spesifikasi khusus untuk menjaga daya saing karena mereka ekspor," tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper