Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan tidak bakal menerbitkan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) periode 2024-2026 bagi perusahaan tambang yang belum melunasi kewajiban pembayaran iuran tetap, penjualan hasil tambang, serta royalti hingga akhir tahun ini.
Plt Dirjen Minerba Bambang Suswantono menuturkan, pihaknya telah memanggil sekitar 177 perusahaan yang belum membayar tagihan piutang tersebut 2 pekan lalu. Undangan itu belakangan dihadiri oleh 65 perwakilan.
“Sekarang kan saya sedang menyiapkan RKAB 2024 sampai 2026, kalau tidak [dilunasi] RKAB tidak keluar, ya begitu,” kata Bambang saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (11/12/2023).
Bambang menegaskan, pihaknya bakal menahan pengesahan RKAB yang diusulkan perusahaan terkait hingga utang dibayarkan kepada pemerintah nantinya. Menurut Bambang, tagihan yang belum lunas dari pemegang konsesi itu belakangan telah menjadi sorotan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Itu kan dibebankan kepada Ditjen Minerba untuk menagih oleh BPK,” kata dia.
Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM menyajikan saldo piutang bukan pajak pada kertas kerja piutang per triwulan ketiga (30 September 2022) mencapai Rp2,44 triliun dan US$215,03 juta setara dengan Rp3,35 triliun (asumsi kurs Rp15.598 per dolar AS). Secara keseluruhan saldo piutang itu mencapai Rp5,79 triliun.
Baca Juga
Saldo piutang itu berasal dari tagihan royalti, penjualan hasil tambang, dan iuran tetap dari wajib bayar yang memiliki perizinan berupa izin usaha pertambangan (IUP), kontrak karya (KK), dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B).
Sementara itu, badan audit negara menemukan terdapat 4.488 perusahaan yang tidak lagi terdaftar di aplikasi Minerba One Data Indonesia (MODI) yang masih memiliki utang kepada pemerintah. Angka itu diperoleh dari kajian dokumen atas Kertas Kerja Saldo Piutang PNBP dan data MODI per triwulan ketiga 2022.
Selain itu, BPK menyoroti 6.153 perusahaan dengan 14.654 piutang yang belum lunas setelah melewati tenggat 30 hari dan 60 hari setelah surat tagih ke-3 (ST-3) terbit.
Akan tetapi, menurut BPK, Ditjen Minerba belum mengenakan sanksi pemberhentian sementara atau seluruh kegiatan pertambangan dari perusahaan tersebut.
“Kita tinggal menjalankan aturan saja, apa sulitnya. Orang kita ini kan tidak tertib,” kata Bambang.
BPK menghitung terdapat potensi kehilangan PNBP senilai Rp1,15 triliun dan US$155,78 juta setara dengan Rp2,42 triliun lantaran perusahaan sudah tidak terdaftar di MODI pada periode petik yang berakhir pada triwulan ketiga 2022 lalu.