Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Prospek Cerah RI jadi Tempat Simpan Modal Asing di Tengah Ketegangan AS-China

Prospek cerah PMA di Indonesia didorong tren shifting negara-negara di AS dan Eropa yang mengubah orientasi perdagangannya, dari China ke negara lain.
Ilustrasi investasi/Istimewa
Ilustrasi investasi/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA – Posisi Indonesia dinilai strategis sebagai tempat menyimpan modal oleh investor asing, selagi Amerika Serikat (AS) dan China bersitegang soal perdagangan dengan saling mengurangi ketergantungan. 

Kepala Ekonom PT Bank Central Indonesia Tbk. (BCA) David Sumual melihat prospek cerah penanaman modal asing (PMA) di Indonesia, karena muncul tren shifting negara-negara di AS dan Eropa yang mengubah orientasi perdagangannya, dari China ke negara lain, termasuk Indonesia. 

“Angka tahun 2010 an, impor AS ke China sekitar 40%-43% sekarang sekitar 15%. Memang kelihatan ada shifting. Ini ada peluang juga di Indonesia kita bisa dorong PMA sekaligus arus perdagangan yang lebih kuat dengan negara-negara tersebut,” ungkapnya dalam dalam Bisnis Indonesia Business Challenges (BIBC) 2024 di Hotel Aryaduta, Kamis (23/11/2023). 

Meski di tengah kewaspadaan akan dampak geopolitik terhadap kinerja perdagangan internasinoal Tanah Air, baik ekspor maupun impor, isu deglobalisasi AS-China justru menjadi peluang karena investor menilai Indonesia dalam posisi yang stabil untuk investasi. 

“Kemungkinan terjadinya de-globalisasi atau derisking ini bisa menjadi peluang untuk negara emerging market, termasuk Indonesia,” lanjutnya. 

David memaparkan, bahwa angka PMA global mengalami tren penurunan sejak mencapai puncaknya pada 2015, atau turun hingga 37%. Sementara pada periode yang sama, PMA yang masuk ke Indonesia tumbuh hingga sebesar 56%. 

Bahkan bila membandingkan dengan porsi produk domestik bruto (PDB) di tingkat global, PMA ke Indonesia menjelaskan 3,5% dari PMA global. 

“PDB Indonesia hanya 1,3% dari global, tetapi PMA Indonesia dibandingkan global sudah 3,5% porsinya, jadi kita lihat peluang,” jelas David.

Mengacu data United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), pada 2015 PMA global tercatat sebesar US$2,06 triliun, sementara PMA ke Indonesia senilai US$16,64 miliar. 

Pada 2022, kinerja PMA global turun ke angka US$1,29 triliun, sementara PMA ke Indonesia justru naik menjadi US$21,97 miliar. 

Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Kementerian Koordinator bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengonfirmasi bahwa memang banyak investor asing yang berlomba-lomba untuk menanamkan modalnya di Indonesia. 

Susi yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), menyampaikan bahwa potensi Indonesia di tengah kondisi global dan menghadapi tahun politik justru besar. Indonesia dipandang sangat positif dan kondusif untuk tujuan investasi asing. 

“Sebenarnya dengan potensi indikator makroekonomi bagus, exposure kita di internasional bagus. Sarannya cuma satu, stabilitas politik itu harus kita jaga. Saya sampaikan di berbagai forum, pemilu ini siklus normal 5 tahunan sekali dan Indonesia punya pengalaman yang luar biasa banyak,” tegasnya. 

Sebut saja salah satunya perusahaan China, Xinyi Group, yang masuk ke Pulau Rempang dengan investasi senilai Rp174 triliun. 

Dalam kondisi saat ini, kata Susi, potensi investasi asing ke Indonesia semakin besar ketika banyak investor manufaktur yang tidak dapat melakukan produksi di China maupun AS, pada akhirnya memilih Indonesia sebagai negara tujuannya. 

“Ini mungkin semacam blessing di tengah antara AS dengan Cina seperti itu,” tuturnya. 

Kabar terbaru, Susi mengatakan bahwa dalam waktu dekat, Amerika Serikat akan melakukan kunjungan ke KEK Gresik dan Kendal dengan rencana investasi untuk semikonduktor, dengan nilai yang tentunya tidak sedikit. 

Investasi Di Tanah Air

Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) membukukan bahwa realisasi investasi pada 2022 menjadi yang tertinggi sepanjang sejarah dengan nilai mencapai Rp1.207,2 triliun. 

PMA mencapai Rp654,4 triliun atau meningkat 44,2 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Sementara itu, realisasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) sepanjang 2022 mencapai Rp552,8 triliun, tumbuh 23,6 persen (yoy). 

Untuk target 2023 dengan angka Rp1.400 triliun, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia bahkan telah berjanji di depan Wakil Presiden Ma’ruf Amin akan menuntaskan mandat tersebut pada akhir tahun ini. 

“Saya janji ke Pak Wapres, saya berani janji, karena saya punya tim yang kuat, menyampaikan bahwa insyaAllah Desember 2023 target investasi kita bisa mencapai Rp1.400 triliun,” ungkapnya pada Rabu (8/11/2023).

Per kuartal III/2023, realiasi investasi secara kumulatif mencapai Rp1.053,1 triliun atau meningkat sebesar 18% dibanding dengan periode yang sama pada 2022. Nilai tersebut sudah mencapai 75,2% dari target 2023.

Presiden Jokowi bahkan memberikan tugas yang lebih besar lagi kepada Bahlil pada akhir kepemimpinannya atau 2024, dengan target investasi yang menembus Rp1.600 triliun. 

Terlebih, pemerintah terus melanjutkan transformasi melalui hilirisasi SDA, transisi energi, peningkatan SDM, pembangunan Ibu Kota Nusantara, serta mendorong industri electric vehicle (EV).

PMA Global (US$ triliun)

2014 1,41 

2015 2,06

2016 2

2017 1,64

2018 1,37 

2019 1,70 

2020 0,96 

2021 1,48 

2022 1,29

PMA ke Indonesia (US$ miliar)

2014 21,81

2015 16,64

2016 3,92 

2017 20,58

2018 20,56 

2019 23,88

2020 18,6

2021 21,13

2022 21,97 

Sumber: UNCTAD, diolah 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper