Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Fase Supercycle Komoditas Usai, Begini Proyeksi Ekonom Indef

Indef memproyeksi berbagai negara akan menahan suku bunga hingga akhir 2023, seiring dengan berakhirnya fase supercycle komoditas.
Wakil Direktur Utama PT Indika Energy Tbk. Azis Armand (tengah) dan Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics of Finance (Indef) Tauhid Ahmad (kiri) mengikuti diskusi yang dimoderatori Content Manager Bisnis Indonesia Hendra Wibawa pada acara Bisnis Indonesia Business Challenges (BIBC) 2024 di Jakarta, Kamis (23/11/2023). Bisnis/Arief Hermawan P
Wakil Direktur Utama PT Indika Energy Tbk. Azis Armand (tengah) dan Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics of Finance (Indef) Tauhid Ahmad (kiri) mengikuti diskusi yang dimoderatori Content Manager Bisnis Indonesia Hendra Wibawa pada acara Bisnis Indonesia Business Challenges (BIBC) 2024 di Jakarta, Kamis (23/11/2023). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Institute for Development of Economic and Finance (Indef) memproyeksi berbagai negara akan menahan suku bunga hingga akhir 2023. Tren ini muncul seiring dengan berakhirnya fase supercycle komoditas unggulan, seperti batu bara, minyak, hingga pangan.

Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad mengatakan fase supercylce di mana harga komoditas melonjak tinggi yang terjadi pada 2022 kini telah memasuki masa normalisasi. Kondisi ini pun berdampak pada inflasi yang melandai, sehingga memicu suku bunga tertahan. 

"Suku bunga, saya kira hampir banyak negara akan menahan sampai akhir tahun karena tren inflasinya mulai melandai," kata Tauhid dalam agenda Bisnis Indonesia Business Challenge (BIBC) 2024, Kamis (23/11/2023).

Tauhid menuturkan, setelah normalisasi ekonomi terjadi melalui kebijakan suku bunga yang tepat, maka bukan tidak mungkin negara-negara mulai menurunkan suku bunga.

Fase normalisasi ini juga menjadi sinyal positif di mana inflasi Amerika Serikat mengalami penurunan ke ankga 3,2% pada Oktober lalu.

"Artinya kemungkinan bahwa the fed tidak akan menaikkan suku bunga hingga akhir tahun masih bisa mungkin karena tren inflasi di Amerika juga relatif turun," tuturnya.

Tauhid menilai kondisi tersebut penting dan sangat mempengaruhi permintaan komoditas. Di samping itu, dia membeberkan berbagai komoditas yang kini mengalami tren penurunan yakni energi, minyak, makanan hingga biji-bijian.

Namun, komoditas pupuk memiliki kemungkinan untuk naik lantaran perang Rusia-Ukraina yang masih berlanjut. Menurut Tauhid, harga komoditas yang melandai saat ini tidak dapat lagi kembali pada posisi sebelum Covid-19. Berbagai komoditas tersebut kini menuju fase normalisasi dan mencari keseimbangan baru.

"Grafiknya dulu 2019 relatif stabil, kemudian supercycle tinggi, sekarang sudah berada di angka idneks sekitar 130-150. Ini yang menyatakan bahwa harga seluruh komoditas masih relatif tinggi meskipun tidak mendapatkan posisi terbaik pada 2022," ujarnya.

Dalam hal ini, Tauhid menuturkan, momentum normalisasi harga komoditas akan berlangsung panjang dan tidak akan berakhir pada 2023. Puncak normalisasi akan terjadi ketika perang Rusia-Ukrain selesai dan perekonomian dunia pulih.

Di sisi lain, dia mewanti-wanti harga minyak mentah yang akan melonjak dikarenakan perang timur tengah yang semakin panas.

"Sementara pangan dan sebagainya sudah mulai turun sampai ke November awal kemarin. Jadi memang secara umum menuju normalisasi kecuali yang agak sensitif adalah minyak mentah," pungkasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper