Bisnis.com, JAKARTA - Organisasi Pangan Dunia (FAO) melihat peluang Indonesia untuk mandiri pangan dengan beralih pada bahan pokok alternatif merespons langkah India yang tutup keran ekspor beras.
Perwakilan FAO untuk Indonesia dan Timor Leste, Rajendra Aryal mengakui bahwa sikap India menutup keran ekspor beras non-basmatinya telah menjadi kekhawatiran bagi sejumlah negara di dunia yang menggantungkan pasokannya terhadap India. Meskipun larangan ekspor tidak berlaku untuk semua jenis beras.
"India belum sepenuhnya melarang hal tersebut, ya itu [ekspor] masih menyisakan beberapa jenis beras," ujar Rajendra saat ditemui di Asean-India Millets Festival 2023, Rabu (22/11/2023).
Meskipun larangan ekspor tidak berlaku untuk beras basmati India, Rajendra mengatakan bahwa setiap negara perlu untuk mencapai kemandirian pangannya. Menurutnya, Indonesia sudah seharusnya meningkatkan pemanfaatan sumber pangan alternatif lainnya untuk mengurangi ketergantungan mengkonsumsi beras.
Sebagai contoh, salah satunya, dia menyebut milet atau yang dikenal hotong maupun jawawut. Dia menyebut India telah mengambil langkah untuk mendorong diversifikasi pangannya hingga ke kancah global melalui milet.
Adapun Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menyetujui usulan India dan mendeklarasikan bahwa mulai 2023 sebagai Tahun Milet Internasional. Usulan India untuk peringatan tahun milet sedunia mendapatkan dukungan dari 72 negara lainnya pada 5 Maret 2021.
Baca Juga
Data Kementerian Perdagangan dan Industri India mencatat bahwa India masuk dalam 5 besar eksportir milet di dunia. Pada 2022-2023 nilai ekspor milet India mencapai US$75,46 juta, meningkat dibandingkan ekspor milet pada 2021-2022 sebesar US$62,95 juta.
"Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk milet. Jadi saya pikir sudah saatnya kita benar-benar berupaya untuk menghasilkan lebih banyak alternatif pangan," katanya.
Rajendra menuturkan, milet memiliki potensi besar sebagai sumber pangan alternatif karena tanaman sumber karbohidrat dan protein itu memiliki biaya produksi yang rendah dan gizi yang lebih tinggi, alih-alih beras.
"Sebenarnya kita melupakan milet, karena semuanya digantikan oleh beras dan orang-orang menjadi lebih banyak memakan nasi. Menurut saya inilah saatnya milet sebagai tanaman alternatif," tuturnya.
Deputi Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan, Badan Pangan Nasional (Bapanas), Andriko Noto Susanto mengatakan bahwa langkah India untuk mengenalkan milet sebagai sumber alternatif pangan ke secara global perlu menjadi contoh bagi Indonesia untuk mendorong ketahanan pangan nasional.
Dia berujar, Indonesia punya sorgum yang berpeluang untuk dikembangkan sebagai sumber pangan utama. Menurutnya, sorgum maupun milet memiliki kemiripan yaitu adaptif terhadap perubahan iklim yang ekstrim.
"Untuk urusan milet, India pergi ke berbagai negara mengenalkan milet dalam rangka memperkuat ketahanan pangan mereka, saya kira Indonesia juga akan melakukan itu," kata Andriko saat ditemui dalam kesempatan yang sama.
Andriko menuturkan, meningkatkan konsumsi sumber pangan alternatif di masyarakat menjadi tantangan saat ini. Padahal, sorgum dan milet dianggap memiliki kelebihan dari sisi kesehatan dibandingkan beras.
Oleh karena itu, sosialisasi dan kampanye kepada masyarakat perlu terus digencarkan selain menggenjot produksi di hulu. Dia menyebut, saat ini konsumsi sorgum di kalangan masyarakat Indonesia masih cenderung rendah yakni di bawah 5 kilogram per kapita per tahun.
"Ini harus kita dorong, hulunya kita tingkatkan produksinya, bisnisnya kita mainkan, dan hilirnya kita tingkatkan konsumsinya," ucap Andriko.