Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kebijakan Impor Beras RI Dianggap Bersifat Reaktif, Ombudsman Beberkan Risikonya

Ombudsman menilai kebijakan impor beras oleh pemerintah masih bersifat reaktif. Terdapat berbagai risiko bila kebijakan impor tidak direncanakan jangka panjang.
Beras impor dari Vietnam sebanyak 5.000 ton tiba di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (16/12/2022) / BISNIS-Annasa Rizki Kamalina.
Beras impor dari Vietnam sebanyak 5.000 ton tiba di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (16/12/2022) / BISNIS-Annasa Rizki Kamalina.

Bisnis.com, JAKARTA - Kebijakan importasi beras oleh pemerintah Indonesia dianggap masih bersifat reaktif, alih-alih preventif.

Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika mengatakan, kebijakan importasi beras membutuhkan perencanaan untuk jangka panjang. Kebijakan impor yang matang dianggap dapat memastikan cadangan beras pemerintah (CBP) selalu tersedia.

"Kebijakan importasi ini masih sifatnya reaktif. Impor lebih didorong untuk pemenuhan konsumsi, bukan untuk penguatan cadangan pangan," ujar Yeka dalam sebuah diskusi, dikutip Minggu (19/11/2023).

Yeka menuturkan, seharusnya pengadaan CBP menjadi kunci intervensi pasar saat produksi beras di dalam negeri kurang. Adapun, sejak tahun 2000 - 2023, kata Yeka, rata-rata impor beras yang dilakukan Indonesia sebanyak 1 juta ton per tahun.

"Tapi kalau sekarang, ini [produksi] kurang, putuskan impor, barang datang, ternyata harga sudah naik di pasar internasional," kata Yeka

Musababnya, kebijakan impor yang bersifat reaktif alias dadakan berisiko dipengaruhi oleh gejolak pasar beras global, di antaranya seperti restriksi ekspor beras oleh India dan negara lainnya hingga harga beras di negara eksportir juga telah melonjak.

Adapun, pemerintah pada awal 2023 mengeluarkan penugasan impor beras kepada Bulog sebanyak 2 juta ton. Kemudian, pada akhir tahun saat produksi dalam negeri diprediksi merosot, pemerintah akhirnya mengeluarkan kuota penugasan impor tambahan sebanyak 1,5 juta ton untuk kebutuhan beras pada akhir 2023 dan awal 2024 seiring prediksi panen raya yang akan mundur. Bahkan, kuota impor tahun depan disebut mencapai 2 juta ton untuk kebutuhan penyaluran bantuan beras hingga Juni 2024.

Yeka berharap ke depannya, pemerintahan selanjutnya dapat merancang kebutuhan importasi beras untuk 5 tahun ke depan. Misalnya, kata dia, Indonesia bisa meneken kontrak dagang beras dengan suatu negara produsen untuk mensuplai CBP dalam rentang waktu tertentu. Bila nantinya Indonesia justru kelebihan beras, Yeka memandang adanya peluang untuk ekspor beras.

"Siapapun yang menang, kalau bisa pemerintahan selanjutnya itu paling tidak sudah ngomong dengan Thailand, aku belanja ya [beras] 5 juta ton untuk 5 tahun ke depan, jadi kita jelas punya captive market," tuturnya.

Dengan perencanaan kebijakan importasi jangka panjang, menurut Yeka, dapat memperbaiki tata kelola impor beras yang lebih terbuka dan transparan.

"Kami berharap di tahun politik ini, kewibawaan pemerintah ini akan ditentukan oleh CBP [cadangan beras pemerintah]," kata Yeka.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper