Bisnis.com, JAKARTA- Maskapai Tanah Air seperti Lion Air Group dan Garuda Indonesia (GIAA) ramai-ramai meminta pemerintah meninjau kembali Tarif Batas Atas atau TBA tiket pesawat. Selama ini, maskapai harus mengikuti ketentuan harga tertinggi tiket dan harga bawah sesuai peraturan perundang-undangan.
Persoalan kemudian, industri maskapai tengah menghadapi berbagai gejolak terutama terkereknya biaya operasional. Kenaikan harga avtur diiringi dengan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, membuat keuangan maskapai berdarah-darah.
Selama ini, maskapai akrab dengan ongkos operasional seperti biaya bahan bakar avtur yang diperkirakan mencakup 36% dari seluruh biaya operasional.
Selain itu, terdapat biaya pemeliharaan yang diperkirakan memberikan porsi 16%. Selebihnya masih terdapat biaya penyusutan. Ketiga komponen biaya ini, sebagaimana diakui Presiden Direktur Lion Air Group Daniel Putut Kuncoro Adi, telah menyumbang 66% biaya operasional.
“Masalahnya, seluruh biaya kami keluarkan dalam bentuk dolar Amerika,” ungkapnya beberapa waktu lalu.
Penerapan TBA ini mengacu pada UU No. 1/2009 tentang Penerbangan. Sebagai regulasi teknis, terdapat Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No.20/2019 tentang tata cara dan formulasi perhitungan tarif batas atas penumpang pelayanan kelas ekonomi angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri.
Baca Juga
Selain itu, pemerintah juga mengeluarkan Keputusan Menteri Perhubungan (KM) No. 106/2019 tentang tarif batas atas penumpang pelayanan kelas ekonomi angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri.
“Kami bisa menentukan harga tiket di kisaran tarif batas atas dan tarif batas bawah, tetapi tidak bisa melebihi. Walaupun kami suffer [menderita] dengan kondisi saat ini, kami akan terus mengajak jajaran Kementerian Perhubungan untuk segera mengkaji regulasi ini,” kata Daniel.
Hal serupa juga disampaikan oleh Direktur Utama Garuda Indonesia (GIAA) Irfan Setiaputra. Irfan menyebut, pihaknya telah beberapa kali melakukan diskusi dengan pemerintah dan sejumlah pihak terkait untuk membahas usulan kenaikan TBA tiket pesawat.
“Kami ada beberapa kali diskusi mengenai ini [TBA]. Ada beberapa rute yang menurut kami perlu dinaikkan TBA-nya,” jelas Irfan.
Bahkan Irfan mengharapkan peraturan terkait TBA direvisi. Namun, untuk revisi terbaru itu, Irfan menyarankan pemerintah dapat menetapkan batas atas harga yang lebih tinggi.
“Dikasih roof [batas] yang tinggi saja. Misalnya, TBA Rp1 juta, diberikan roof Rp5 juta. Kita juga tidak mungkin menjual tiket Rp6 juta. Itu kan tidak melanggar UU, menetapkan TBA 2 kali harga yang terjadi sekarang,” katanya.
Dia juga menyebut, ada sejumlah maskapai yang mengalami kebangkrutan di Indonesia sejak pemberlakuan TBA tiket pesawat. Namun, dia enggan memerinci maskapai mana saja yang telah bangkrut tersebut
“Saya di banyak forum menyampaikan, sejak kita menetapkan TBA, 10 maskapai bangkrut di Indonesia. Coba saja dicek,” ujar Irfan.
Sebaliknya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) bergeming jika harus merevisi UU No.1. Namun, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi membuka ruang untuk penyesuaian TBA dan Tarif Batas Bawah (TBB).
"Saya yakin bahwa masih ada ruang untuk kita bahas [TBA] agar ini bisa dilakukan dengan baik, tetapi kalau akan menghilangkan TBA dan TBB tidak mungkin karena itu adalah UU,” kata Budi Karya.
Di sisi lain, Budi Karya juga mengakui harga tiket pesawat saat ini cenderung mahal, terutama di wilayah Indonesia Timur. Dia juga mendengarkan keluhan yang sama dari para anggota Komisi V DPR RI.
Seiring dengan hal tersebut, dirinya pun tengah mengkaji revisi tarif batas atas tiket pesawat. Budi Karya menuturkan, pihaknya akan mengevaluasi dan mengkaji seluruh aspek dan komponen yang berkaitan dengan penetapan tarif batas atas. Meski demikian, Budi Karya belum dapat memastikan kapan revisi tarif batas atas tersebut akan dikeluarkan.