Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah menargetkan aturan teknis yang mengatur tentang kebijakan insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) dapat diundangkan pada November 2023.
Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Herry Trisaputra Zuna menjelaskan perkembangan terkini insentif PPN DTP tersebut telah dilakukan harmonisasi Rancangan Peraturan Menteri Keuangan atau RPMK.
"Ditargetkan November 2023 ini dapat diundangkan dan secepatnya dilakukan sosialisasi kepada pelaku pengembang" ujarnya kepada Bisnis dikutip, Minggu (19/11/2023).
Herry meyakini PPN DTP yang ditujukan mendorong penjualan rumah komersial kelas menengah ini dapat melengkapi berbagai instrumen kebijakan pemerintah dalam hal hunian. Terlebih pemerintah juga membenkan insentif untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang diberikan Bantuan Biaya Administrasi (BBA)
Kebijakan ini juga untuk mendorong agar penjualan rumah bisa kembali menggeliat setelah sebelumnya melemah hingga mencapai minus 12,3%.
Seperti diketahui Indeks Properti Komersial melemah hingga mencapai 0,40%, dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) masih sebesar 3,3% year-on-year (yoy) dari periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Baca Juga
Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan beberapa langkah mitigasi dalam rangka menjaga konsumsi rumah tangga dan mendorong investasi melalui stimulus sektor perumahan.
Rata-rata pertumbuhan PMTB pada masa pra-Covid-19 berada di atas 6% sedangkan pada masa pasca Covid-19 berada pada kisaran 3,3 %.
Pengembang pun merespons dengan baik kebijakan ini dan tengah menunggu aturan teknis supaya dapat mengeksekusinya
CEO Cinity Ming Liang optimistis terhadap program insentif terbaru untuk industri properti yang dapat mendongkrak penjualan. Hal ini dikarenakan unsur PPN 11 persen cukup berat. Terutama bagi kaum milenial yang pendapatannya masih pas-pasan.
Selama ini, dia menilai pajak yang timbul dari BPHTB mencapai sebesar 5% ditambah dengan biaya akad sebesar 3 persen saja itu sudah cukup tinggi. Apalagi kalau harus ditambah dengan PPN 11%.
Alhasil total pajak yang ditanggung pembeli bisa mencapat 19%. Belum lagi perpajakan ini memang menjadi salah satu faktor yang cuk menghambat penjualan ataupun minat konsumen
“Sehingga saya rasa ini akan berdampak terhadap percepatan proses pengambilan keputusan konsumen dalam pembelian rumah," ujarnya.
Kebijakan pemerintah menanggung PPN properti ini lanjutnya, juga akan memberikan dampak positif yang signifikan bagi industh properti yang tidak hanya akan menguntungkan konsumen tetapi juga pengembang properti karena dapat memunculkan permintaan pasar.
Melalui implementasi program insentif ini dia optimistis dapat mendorong minut konsumen vang berujung pada peningkatan penjualan pemasaran, dan memperkuat kestabilan profitabilitas perusahaan.
Apalagi, tekannya, selama ini pemerintah tidak pernah terpikirkan kebijakan untuk kelas menengah Yang ada hanyalah segmen subsidi yang mendapatkan program yang sangat bagus seperti PPN 1% dan bunga flat 5% selama masa pinjaman. Tentu saja ini program insentif dari pemerintah ini akan sangat menarik bagi kelas kelas menengah untuk bisa menikmati PPN DTP.
Dia pun lantas membandingkan kebijakan insentif yang sebelumnya sempat diterapkan selama pandemi ini juga kut mendongkrak penjualan
"Saat pandem dulu kita bisa menjual 70 unit/bulan dengan segmen rumah di rentang 400-600 juta per unit Saya yakin jika ini ada lagi efekraya akan lebih dahsyat dibanding pada saat waktu era pandemi, tekannya.
Dampak tidak langsung dan kebijakan ini juga dapat menekan pengeluaran konsumen mengingat mereka tidak Lagi harus mengeluarkan uang untuk PPN dan memberikan kelonggaran pada biaya pinjaman
Bahkan dampaknya bita di luar ekspektasi dengan mempertimbangkan track record penjualan sebelumnya.
"Setingga kesempatan ini harus dimanfaatkan sebaik mungkan mengingat hanya berlaku selama periode Januari- Juni 2024 saja untuk PPV ITP 100% dan selanjutnya hingga Desember 2024 tetap ditanggung 50%,” terangnya