Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengambil langkah pembebasan bea masuk impor beras sebagai upaya pengadaan pangan dalam negeri dan menekan harga komoditas pangan penyumbang inflasi tersebut.
Hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai menghadiri rapat terbatas atau ratas di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (6/11/2023).
“Tadi dibahas terkait dengan insentif yang diberikan, utamanya pembebasan bea masuk beras,” ujarnya.
Nantinya, bea masuk impor beras yang perlu dibayar oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas), selaku badan yang mendapatkan mandat, akan ditanggung pemerintah (DTP).
“Pembebasan bea masuk spesifik Rp450 per kilogram. Kami akan lakukan insentif berupa bea masuk ditanggung pemerintah,” tambahnya.
Sebagaimana diketahui, Jokowi pun telah melakukan penambahan impor beras sebanyak 1,5 juta ton untuk menjaga stok Perusahaa Umum Badan Usaha Logistik (Perum Bulog) tetap di atas 1,5 juta ton.
Baca Juga
Pada kesempatan berbeda, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa dalam skema bea masuk DTP, Bapanas akan tetap membayar bea masuk impor beras.
Namun, nantinya besaran bea masuk yang dibayar tersebut akan digantikan oleh pemerintah menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“[Bea masuk] dicover saja melalui DTP, jadi Bapanas bisa mengklaim ke kami. Bea masuk tetap dibayar, tapi nanti dibayar kembali pakai APBN,” ujarnya kepada awak media di Gedung Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Senin (6/11/2023).
Adapun, saat ini Perum Bulog memiliki stok sebanyak 1.442.945 ton per per 2 November 2023. Saat ini, stok itu pun diperlukan dalam penyaluran bantuan pangan berupa beras hingga Desember.
Sementara penyaluran bantuan pangan pada September telah mencapai 94,95% dan Oktober 94,89%, dan November 18,45%.
Perum Bulog pun masih membutuhkan tambahan anggaran Rp19,1 triliun, dengan rincian untuk tahap pertama sejumlah Rp7,9 triliun, kemudian tahap kedua Rp8,4 triliun, dan ada tambahan terkait distribusi senilai Rp2,8 triliun.