Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Usai Pesawat Boeing Garuda, Airbus Pelita Air Bakal Jajal Tenggak Bioavtur

Produk bioavtur yang mengandung minyak inti sawit kemungkinan akan diuji coba pada pesawat Airbus milik maskapai anak usaha Pertamina, Pelita Air.
Direktur Utama PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Taufik Aditiyawarman memberikan pemaparan dalam acara media visit Kilang Cilacap, Kamis (2/11/2023)/PT KPI
Direktur Utama PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Taufik Aditiyawarman memberikan pemaparan dalam acara media visit Kilang Cilacap, Kamis (2/11/2023)/PT KPI

Bisnis.com, CILACAP - Produk Bioavtur-Pertamina Sustainable Aviation Fuel (SAF) kemungkinan akan diuji coba pada pesawat Airbus milik maskapai anak usaha Pertamina, Pelita Air.

Pada Oktober 2023, produk avtur dengan kandungan minyak inti sawit atau refined bleached deodorized palm kernel oil (RBDPKO) sebesar 2,4% tersebut telah sukses dilakukan uji terbang komersial pada pesawat Boeing 737-800 NG milik PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA).

"Airline awalnya Garuda pesawat Boeing. Lalu, ada juga permintaan Airbus lewat Pelita Air untuk trial," ungkap Direktur Utama PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Taufik Aditiyawarman dalam acara media visit Kilang Cilacap, dikutip Jumat (3/11/2023).

Taufik mengatakan, meski bioavtur telah berhasil diujicobakan pada pesawat Boeing milik Garuda, uji coba tersendiri pada jenis pesawat lain tetap diperlukan. Hal ini karena terkait sertifikasinya yang berbeda.

Adapun, Green Refinery Kilang Cilacap telah memproduksi Bioavtur-SAF dengan kandungan bahan nabati 2,4%. Produksi bioavtur ini dilakukan melalui metode co-processing dan memiliki kapasitas 9.000 barel per hari.

Menurut Taufik, potensi pasar bioavtur ke depan sebenarnya cukup menjanjikan, mengingat maskapai penerbangan juga mulai berkomitmen untuk mengurangi jejak karbonnya. Terlebih, saat ini juga sudah banyak negara mulai mewajibkan penggunaan sustainable aviation fuel bagi pesawat yang melintas di wilayah udaranya.

Diakuinya memang pasar bioavtur untuk dalam negeri masih menantang sehingga pihaknya masih akan menyasar pasar ekspor.

"Di nasional belum ada regulasi yang mewajibkan menggunakan berapa persen SAF. Berarti kami orientasinya ekspor karena negara lain sudah mulai lebih tinggi, AS kalau tidak salah 25%, Australia 5%, Singapura juga sudah mau naik, apalagi pajak karbon mau naik, mereka pasti wajibkan itu. Itu peluang bagi kami," kata Taufik.

Taufik pun berharap pemerintah dapat segera menggulirkan regulasi yang dapat mendorong pemanfaatan bioavtur di dalam negeri. Hal ini mengingat Indonesia memiliki potensi bahan baku bioavtur yang sangat melimpah.

"Memang dilemanya pemerintah harus hadir karena ini kita punya kebun sawit terbesar di dunia. Ini yang kita manfaatkan secara maksimal gimana kontribusi energi yang lebih green," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper