Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Awas Efek Rambatan Anjloknya Ringgit ke Asia, Krisis 1998 Bisa Terulang?

Akankah anjloknya mata uang ringgit Malaysia bakal merembet ke Asia dan mengulang krisis moneter 1998? Simak ulasannya.
Mata uang ringgit Malaysia./ Bloomberg
Mata uang ringgit Malaysia./ Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah mata uang negara di Asia masih menunjukkan pelemahan, bahkan anjlok dan mencapai level terlemah sejak krisis moneter 1997-1998. Salah satu mata uang yang anjlok terparah adalah ringgit Malaysia. 

Jika mengacu pada sejarah, pemicu situasi kelam pada 1997-1998 tersebut didalangi oleh krisis moneter 'kiriman' dari Thailand. Nilai tukar Bath Thailand yang 'berdarah-darah' akibat serangan para spekulan secara tak terduga memantik krisis di negara Asia lainnya.  

Melansir dari Bloomberg, Kamis (2/11/2023), ringgit Malaysia kini diketahui menjadi mata uang dengan kinerja terburuk di negara-negara berkembang Asia tahun ini. Mata uang Negeri Jiran tersebut merosot hampir 8% terhadap dolar AS. 

Nilai tukar mata uang Malaysia tersebut merosot, di mana 4,8 ringgit Malaysia setara dengan satu dolar AS pada bulan lalu. Capaian tersebut merupakan level terlemah sejak Januari 1998. 

Mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Muhammad bahkan melihat adanya potensi mata uang ini dapat merosot lebih jauh sebesar 5% ke rekor terendah 5 ringgit per dolar. 

Sebelumnya, Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim menuturkan bahwa meningkatkan biaya pinjaman untuk mendukung mata uang lokal dinilai tidak perlu. Solusi untuk ringgit yang lebih lemah adalah melepaskan Malaysia dari dolar Amerika Serikat (AS) atau dedolarisasi.

Anwar Ibrahim menuturkan pada Parlemen bahwa indikator-indikator ekonomi di Negeri Jiran, seperti inflasi dan pengangguran menurun dan investasi meningkat. Menimbang hal ini, menurutnya, sulit untuk menjustifikasi kenaikan suku bunga yang dapat merugikan usaha-usaha kecil. 

Diketahui bahwa bank sentral Malaysia atau Bank Negara Malaysia (BNM) akan memutuskan pada Kamis (2/10/2023), yaitu apakah akan menyesuaikan suku bunga kebijakan.

Anwar juga melanjutkan bahwa pihaknya akan menaikkan suku bunga ketika ekonomi membutuhkannya. Saat ini menurutnya tidak ada kebutuhan untuk itu. Menurutnya, pergerakan ringgit adalah efek dari tindakan The Fed. Solusi jangka menengah dan jangka panjang untuk hal ini adalah melepaskan diri dari dolar AS.

Selain itu, dia mengatakan Malaysia juga sudah melakukan beberapa perdagangannya dengan China, Indonesia, dan Thailand dengan menggunakan mata uang lokal atau local currency transaction (LCT).  Sebagai catatan, China adalah mitra perdagangan terbesar Malaysia. Indonesia berada di posisi kelima terbesar dan Thailand yang ketujuh.

"Kami juga telah berdiskusi dengan negara-negara Arab untuk memulai proses dedolarisasi, tetapi kami hanya berhasil dengan tiga negara sebagai solusi jangka panjang untuk mempertahankan ringgit," jelas Anwar.

Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim./ Bloomberg
Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim./ Bloomberg

Dampak Melemahnya Ringgit 

Lantas, apakah anjloknya ringgit dapat menimbulkan 'bola salju' krisis ekonomi ke negara tetangga?

Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Teuku Riefky melihat melemahnya Ringgit tak akan memberikan efek domino seperti awal krisis 25 tahun silam. 

“Penyebab depresiasinya berbeda dengan 1998, di mana itu dari sektor keuangan kawasan, saat ini lebih didorong dari kebijakan moneter yang diambil The Fed,” ujarnya, Kamis (2/11/2023).  

Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede melihat pelemahan Ringgit Malaysia terhadap dolar AS, pada umumnya masih sejalan dengan pelemahan mata uang Asia lainnya dalam beberapa bulan terakhir ini.

Senada dengan Riefky, Josua turut menilai pelemahan mata uang Asia cenderung disebabkan oleh peningkatan kekhawatiran akan kebijakan hawkish AS, sejalan dengan data perekonomian AS. 

Meski demikian, Josua tidak memungkiri bahwa dampak pelemahan mata uang Asia berpotensi mendorong kenaikan imported inflation dan pada akhirnya akan mendorong perlambatan ekonomi. 

“Namun kami perkirakan dampaknya cenderung terbatas, terutama karena fundamental ekonomi Indonesia yang masih relatif kuat,” ujarnya.  

Sebagai perbandingan, pada 1998, Rupiah melemah hingga 33% (year-to-date/ytd), dan saat ini, pelemahan Rupiah sepanjang tahun hanya sebesar 1,87%. Bahkan, pelemahan Rupiah ini cenderung lebih kecil dibandingkan dengan kondisi pelemahan Rupiah pada taper tantrum pada 2013, di mana Rupiah melemah sebesar 21% (ytd).  

Kondisi krisis Asia yang terjadi pada tahun 1997-1998 yang didorong oleh pelemahan mata uang bath Thailand yang menjalar pada pelemahan mata uang Asia lainnya, dipengaruhi oleh sistem mata uang yang diadopsi sebagian besar negara Asia pada saat itu adalah nilai tukar tetap. 

Sementara itu, sebagian besar negara di Asia saat ini sudah mengadopsi sistem mata uang mengambang terkendali. Lebih lanjut, pengelolaan utang luar negeri di negara Asia saat ini juga jauh lebih terkelola dibandingkan dengan kondisi 1997-1998. 

“Oleh sebab itu, potensi menjalarnya pelemahan Ringgit Malaysia ke mata uang Asia lainnya cenderung terbatas,” jelasnya. 

Rupiah Relatif Baik 

Di dalam negeri, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekankan bahwa situasi Indonesia masih relatif lebih baik jika dibandingkan negara lain, termasuk kondisi mata uang.  

“Ini karena APBN bekerja luar biasa keras sebagai shock absorber, sehingga tekanan yang berasal dari luar bisa kita redam dan tidak menghantam langsung masyarakat,” katanya, dikutip melalui unggaahan di akun Instagram @smindrawati, Senin (30/10/2023).

Sejalan dengan hal tersebut, Bank Indonesia terus melakukan penguatan strategi operasi moneter untuk efektivitas kebijakan moneter, melalui Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI). 

Instrumen moneter yang pro-market tersebut untuk pendalaman pasar uang dan mendukung upaya menarik portfolio inflows, dengan mengoptimalkan aset surat berharga dalam valuta asing yang dimiliki Bank Indonesia sebagai underlying. 

Terkini, rupiah terus menunjukkan penguatan terhadap dolar AS dalam beberapa hari terakhir. Mengacu data Bloomberg, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditutup menguat 80,50 poin atau 0,51% menuju level Rp15.855 pada hari ini, Kamis (2/11/2023). 

Penguatan terjadi di tengah keputusan The Fed yang menahan laju kenaikan suku bunganya. Sementara indeks dolar AS terpantau melemah 0,47% ke 106,38. 

Mata uang lain di kawasan Asia juga mayoritas menguat. Won Korea menguat 1,06%, Yen Jepang naik 0,31%, dan baht Thailand menguat 0,40%. Selanjutnya, dolar Singapura tumbuh 0,09%, ringgit Malaysia menguat 0,38%, dan peso Filipina naik 0,36%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper