Bisnis.com, JAKARTA - Investor yang menggunakan mata uang ringgit Malaysia berharap bahwa Bank Negara Malaysia (BNM) atau bank sentral negara tersebut akan turun tangan dalam untuk mendukung mata uangnya yang berada di level terlemah sejak 1998.
Meskipun Bloomberg Economics memproyeksikan tidak ada perubahan dalam suku bunga BNM, beberapa analis memperkirakan bank sentral akan mengumumkan langkah-langkah lain untuk meningkatkan ringgit.
Apalagi, bank sentral di negara tetangga Malaysia, yaitu Indonesia dan Filipina telah menaikkan suku bunga acuan untuk mendongkrak kinerja rupiah dan peso.
“[Mungkin ada beberapa] etika persuasif yang menunjukkan bahwa BNM mewaspadai pergerakan ringgit yang terlalu jauh dari fundamental dan dengan cara yang spekulatif," ujar kepala ekonomi dan strategi di Mizuho Bank Ltd. di Singapura, Vishnu Varathan, dikutip dari Bloomberg pada Senin (30/10/23).
Varathan juga menuturkan bahwa BNM mungkin juga akan memberlakukan beberapa batasan sementara pada posisi valas, dan bujukan untuk menempatkan deposito valas dan investasi ke dalam.
Untuk diketahui, ringgit malaysia telah menurun hampir 8% terhadap dolar pada tahun ini. BNM telah mempertahankan suku bunga utama sebesar 3% sejak Juli 2023.
Baca Juga
Kondisi tersebut menempatkannya pada rekor diskon relatif dibandingkan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (The Fed). Hal ini membuat Ringgit menjadi kurang menarik bagi investor yang berbasis dolar, untuk membeli aset-aset berdenominasi ringgit.
Menurut ekonom Asia Tenggara Bloomberg Economics Tamara Henderson, bagi Malaysia, sejumlah faktor telah mendukung penahanan, termasuk inflasi yang kembali mendekati rata-rata jangka panjang.
"Kenaikan suku bunga tidak akan mengubah sentimen ringgit. Meskipun begitu, hal ini akan menambah hambatan pertumbuhan dari kebijakan fiskal yang lebih ketat dan permintaan global yang lebih lemah,” jelasnya.
Dia menambahkan dengan Ringgit berada di dekat level terendah sepanjang masa, kenaikan suku bunga tidak dapat dikecualikan.
Mata uang Malaysia jatuh ke 4,7958 ringgit per dollar minggu lalu, terlemah dalam lebih dari 25 tahun terakhir. Jika mencapai level terendah pada tahun 1998, yaitu 4,8850 ringgit per dolar, maka ringgit akan mencatatkan level terendah sepanjang sejarah. Pada Jumat (27/10) Mata uang ringgit ditutup pada 4,7782.
United Overseas Bank mengatakan bahwa kenaikan suku bunga sebesar 25 basis poin tidak akan cukup untuk menutup kesenjangan suku bunga dengan AS dan memacu kepercayaan terhadap ringgit. Adapun saat ini, perbedaannya sebesar 250 basis poin.
Di lain sisi, ringgit juga menghadapi hambatan dari perlambatan Negeri Tirai Bambu, selaku mitra dagang terbesarnya karena ekspor telah menurun selama tujuh bulan berturut-turut, hingga September 2023.
Gubernur BNM, Abdul Rasheed Ghaffour menuturkan bahwa bank sentral tetap berkomitmen untuk memastikan penyesuaian Ringgit berlangsung secara teratur dan bisnis terus difasilitasi.
"BNM mungkin akan terus bersandar pada kombinasi intervensi dan panduan jendela untuk meningkatkan konversi hasil ekspor dan mengurangi arus keluar modal [untuk mendukung ringgit],” jelas Bank of America dalam catatannya, yang melihat ringgit jatuh ke 4,90 per dolar pada akhir tahun.