Bisnis.com, JAKARTA - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memetakan terdapat 12 lapangan migas yang berpotensi mengandung bahan baku gas khusus untuk liquefied petroleum gas (LPG), propana (C3) dan butana (C4).
Wakil Kepala SKK Migas Nanang Abdul Manaf menuturkan pemetaan itu dilakukan sebagai tindaklanjut dari permintaan Kementerian ESDM untuk identifikasi potensi rich gas di beberapa lapangan domestik.
“Ada sekitar 12 lapangan yang memiliki kandungan C3-C4 yang diatas 4% [rich gas],” kata Nanang saat dikonfirmasi, Senin (30/10/2023).
Nanang mengatakan peta potensi rich gas itu sudah disampaikan ke Kementerian ESDM. Namun, pihaknya masih menghitung total potensi volume LPG yang dapat diproduksi.
Adapun, beberapa lapangan potensial itu di antaranya Lapangan Senoro-Toili (JOB PHE-Medco), Pulau Gading (PHE Jambi Merang), Lemang (Jadestone) dan Pandan (Tropik Pandan).
“Sedang dihitung perkiraan total volume LPG-nya yang dapat diekstraks secara ekonomis,” kata dia.
Baca Juga
Sebelumnya, Kementerian ESDM melaporkan kapasitas kilang LPG domestik setiap tahunnya mengalami penyusutan. Penurunan kapasitas pengolahan gas cair itu disebabkan karena berhentinya investasi serta operasi sejumlah kilang besar selama lima tahun terakhir.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menuturkan berhentinya operasi sejumlah kilang itu disebabkan karena pasokan bahan baku gas khusus untuk pengolahan LPG seperti C3 dan C4 relatif terbatas di Indonesia. Kendati, kata Arifin, cadangan gas dalam negeri terbilang melimpah saat ini.
“Sejauh ini kita belum ketemu sumber gas baru yang ada hidrokarbon beratnya, tapi kita lihat nanti apakah di lapangan baru ada apa enggak, kalau yang buru-buru keluar kan Train-3 [Tangguh], kalau yang di Jawa Timur masih lean gas,” kata Arifin saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (17/3/2023).
Berdasarkan laporan Kinerja 2022 Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas), kapasitas pengolahan kilang LPG di Indonesia pada tahun lalu mencapai sebesar 3,78 juta ton per tahun.
Torehan itu mengalami penurunan dari posisi tahun 2020 dan 2019 yang masing-masing mencatatkan capaian pengolahan sebesar 3,88 juta ton dan 4,74 juta ton.
Sementara itu, target produksi LPG sepanjang 2020 hingga 2024 dipatok di angka konservatif sebesar 1,97 juta ton setiap tahunnya.
Kementerian ESDM menyebutkan penurunan kapasitas pengolahan dan produksi LPG itu disebabkan karena berhentinya operasi kilang milik PT Yudistira Energi pada April 2021 lalu. Perusahaan pengolahan itu diketahui tidak melakukan perpanjangan izin usaha karena tidak mendapat kepastian pasokan bahan baku gas bumi dari hulu.
Selain itu, Kementerian ESDM juga baru menerima laporan ihwal berhentinya operasi Kilang LPG Pertamina Mundu sejak Mei 2016 lalu karena alasan yang sama. Laporan itu baru diterima kementerian pada 2021.
“Makanya kita harus cari yang lain alternatifnya untuk LPG, entah jargas, DME yang kita harapkan bisa jalan karena ini pakai kandungan lokal penuh kan kebanyakan,” kata dia.