Bisnis.com, LOMBOK — Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan melaporkan pemadanan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) telah mencapai 59,09 juta per 23 Oktober 2023.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Dwi Astuti menyampaikan angka tersebut mencakup sekitar 82,44% dari target 71,6 juta NIK yang dipadankan dengan NPWP.
“Yang dipadankan dari total 71,6 juta NIK, sampai sekarang sudah 59,087 juta, kurang lebih 82,44%,” ujarnya dalam Media Gathering DJP, Rabu (25/10/2023).
Adapun, capaian tersebut terpantau melambat dari posisi akhir Agustus 2023 yang berada di angka 58,42 juta NIK. Artinya dalam kurun waktu dua bulan, terdapat 670.000 pemadanan NIK.
Dwi tidak memungkiri bahwa pemadanan yang berlangsung tidak secepat pada awal mulai masa integrasi.
“Makin ke sini memang penambahannya sudah mulai sedikit, karena memang yang sekarang ini yang susah-sisahnya dipadankan, jadi penambahan tidak seperti dulu yang sehari bisa jutaan atau ratusan ribu,” jelasnya.
Baca Juga
Untuk itu, Dwi mengaku butuh bantuan masyarakat, perusahaan, hungga Dukcapil untuk melakukan percepatan proses integrasi. Pasalnya NIK-NPWP akan mulai berlaku per 2024.
DJP pun memiliki virtual helpdesk yang memungkinkan untuk melakukan integrasi NIK dengan NPWP dalam skala besar, khususnya bagi perusahaan.
“Pemberi kerja yang punya karyawan, terus mereka mau memadankan secara massal, itu bisa, makanya kita terus sosialisasi minta mereka melakukan pemadanan secara berjamaah, sangat bisa dalam sistem kita,” lanjutnya.
Meski demikian, DJP juga masih menemukan adanya masalah dalam proses integrasi karena adanya kekeliruan data NIK.
Alhasil, wajib pajak perlu melakukan pembetulan atau pembaharuan data NIK melalui Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil).
“Kami mengimbau untuk WP yang memang ternyata tidak bisa dipadankan yang salahnya bukan data NPWP, tapi data NIK, mau tidak mau harus ke dukcapil,” tutupnya.
Sebagaimana diketahui, proses integrasi ini menjadi langkah pemerintah untuk meningkatkan tax ratio atau rasio perpajakan yang saat ini tergolong rendah. Pada 2022, tax ratio berada di level 10,4%, sementara target dalam APBN 2023 di level 11,69%.