Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat Nomor Induk Penduduk (NIK) yang sudah terintegrasi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) per 28 Agustus 2023 sebanyak 58,42 juta.
Staf Khusus Menteri Keuangan bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal menyampaikan capaian tersebut telah dipadankan dari total keseluruhan Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi (OP) 71,08 juta orang.
“NIK NPWP sudah sekitar 58,42 juta yang kami padankan, sekitar 82,19 persen dari total yang data kami miliki,” ujarnya dalam diskusi ‘Sudah Tepatkah Arah Kebijakan Pajak Kita Dalam RAPBN 2024?’ di Penang Bistro Pakubuwono, Jakarta Selatan, Selasa (29/8/2023).
Adapun, pemanfaatan NIK sebagai NPWP bagi seluruh Wajib Pajak Orang Pribadi akan memudahkan Wajib Pajak karena telah memanfaatkan satu identitas untuk kependudukan dan perpajakan.
Selain memudahkan administrasi, penggunaan nomor identitas tunggal ini akan meningkatkan kualitas dan kapabilitas layanan dan pengawasan perpajakan di masa depan.
Yon mengungkapkan, pihaknya masih memiliki waktu sekitar 4 bulan untuk melakukan pemadanan tersebut sebagaimana target penggunaan NIK sebagai NPWP yang mulai berlaku per 1 Januari 2024.
“Memang masih banyak, masih ada sekitar 18 persen lagi yang harus kami cari, makanya kita cari pembukaan lebih banyak secara virtual kepada WP yang akan melakukan pemandanan,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komite Perpajakan Apindo Siddhi Widyaprathama melihat kebijakan yang akan mulai pada 2024 tersebut akan membantu meningkatkan basis pajak.
“Implementasi NIK menjadi NPWP harus dilakukan secara berkelanjutan dan konsisten sebagai bentuk perluasan potensi pajak,” katanya.
Melalui pemadanan ini pula menjadi salah satu cara untuk meningkatkan tax ratio Indonesia yang ditargetkan mencapai 10,2 persen dari PDB pada RAPBN 2024.
Target ini lebih rendah dari realisasi rasio pajak 2022 yang mencapai 10,4 persen dan dari target APBN 2023 sebesar 11,69 persen.
Meski demikian, target tersebut telah disesuaikan dengan besaran target pertumbuhan ekonomi 2024 yang juga direvisi ke bawah menjadi 5,2 persen, dari sebelumnya target 2023 sebesar 5 persen – 5,3 persen.