Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menuturkan bahwa Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (APBN) 2023 masih dinilai aman walaupun nilai tukar rupiah kini mendekati Rp16.000 per dolar AS dan minyak sedang bergejolak.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan bahwa APBN kini masih dalam target dan akan tetap aman, berdasarkan outlook defisit pada laporan semester Juni 2023 lalu sebesar 2,3 persen dari produk domestik bruto (PDB).
“Estimasi kita menunjukkan bahwa defisit justru akan lebih rendah dari 2,3%. Besok akan kita umumkan,” terangnya ketika ditemui di acara 11th US-Indonesia Investment Summit di Mandarin Oriental Hotel, Jakarta Pusat, Selasa (24/10/23).
Di sisi lain, sisi penerimaan juga dinilai masih dalam on track. Adapun sisi belanja juga dinilai masih aman karena memiliki tata kelola pengelolaan APBN yang beberapa tahun ini sangat disiplin dan fleksibel, sehingga masih memiliki ruang
“Kita sudah memupuk fleksibilitas dan ruang yang cukup, sehingga ketika kita membutuhkan APBN sebagai shock absorber, tetap kita bisa lakukan lagi,” terangnya
Diketahui pada tahun lalu, tekanan yang dialami juga dinilai kuat sehingga harga minyak mencapai US$100 per barel, dengan kondisi APBN pada saat itu sedang menurun
Baca Juga
Berkaca pada kejadian tersebut, Febrio kembali menegaskan bahwa ruang fiskal harus dikelola. Ia kembali menekankan bahwa APBN saat ini cukup aman
Sebelumnya, Febrio menuturkan bahwa Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia sedang berkomunikasi erat terkait nilai tukar rupiah yang mendekati level Rp16.000 per dolar AS
Jika mengacu pada data Bloomberg, nilai tukar rupiah pada Selasa (24/10/23) ditutup menguat 0,53% atau 84,5 poin ke level Rp15.849 per dolar AS.
Febrio menuturkan bahwa kondisi global kini sedang tidak mudah. Namun, walaupun saat ini rupiah mengalami depresiasi ke sekitar Rp15.800 atau sekitar 1%, hal ini masih dinilai baik jika dibandingkan negara-negara lainnya
"Banyak negara lain sudah 10%, 8%, jd ini adalah kondisi dimana kita memang pada posisi yang relatif better off," jelasnya.
Kemudian, berdasarkan catatan Bisnis, diketahui bahwa minyak kini sedang bergejolak akibat adanya paparan dari konflik Israel-Palestina dan tren transisi energi
Indonesia sendiri selama ini juga diketahui mengimpor minyak mentah dari wilayah sekitar Timur Tengah. Sepanjang tahun lalu, Indonesia tercatat mendatangkan minyak mentah sebanyak 4,19 juta ton dari Arab Saudi dengan nilai sebesar US$3,12 miliar
Selain dari Arab Saudi, Indonesia juga menjadi konsumen minyak mentah dari Nigeria, Angola, Gabon, Aljazair, dan Azerbaijan.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri juga menuturkan bahwa harga minyak Brent bisa naik ke level tertinggi yakni US$150 per barel, jika perang melibatkan beberapa negara Timur Tengah lainnya seperti Lebanon, Suriah, hingga Iran
“Kalau melebar ke Lebanon, Suriah, melebar misalnya ke Iran akan semakin merumitkan masalah ekonomi semua negara karena harga minyak pasti naik,” kata Jokowi dikutip dari kanal YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (24/10/2023).