Bisnis.com, JAKARTA – Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri menilai tingkat depresiasi nilai tukar rupiah saat ini masih terkendali jika dibandingkan dengan periode taper tantrum pada 2013.
Chatib mengatakan ekonomi dunia saat ini memang dalam kondisi yang tidak baik-baik saja. Dalam 1 bulan terakhir, tingkat imbal hasil atau yield dari US Treasury meningkat sangat tajam, situasi yang sangat berbeda dengan fenomena kenaikan yield bonds akibat kekhawatiran tingginya laju inflasi.
Dengan kondisi yield US Treasury yang meningkat, Dia menilai The Fed harus menaikkan suku bunga acuan. Akibatnya, arus modal ke negara berkembang mengalami tekanan, sehingga mempengaruhi nilai tukar mata uang, termasuk di Indonesia.
“Nah, sekarang kalau saya lihat kecenderungan yang terjadi di AS, maka dugaan saya bahwa interest rate-nya masih akan naik. Jadi, tingkat bunga masih akan naik dan kita akan berhadapan dengan exchange rate yang melemah,” katanya di Jakarta, Selasa (24/10/2023).
Menurut Chatib, arah kebijakan yang dilakukan BI saat ini adalah meredakan volatilitas di pasar keuangan. Dia mengatakan BI memiliki tiga opsi untuk merespons kondisi yang terjadi, diantaranya melepas rupiah, menaikkan tingkat suku bunga, atau melakukan manajemen capital flow.
Meski demikian, dia menilai tingkat depresiasi rupiah masih sangat kecil, sekitar 2%, jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara lainnya, seperti Malaysia dan Jepang.
Baca Juga
“Situasi kita tidak seburuk yang terjadi di 2013. Saya tidak terlalu khawatir sebetulnya, karena rupiah dibanding currency lain, depresiasinya sebetulnya relatif kecil,” jelasnya.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup menguat ke Rp15.849 pada akhir perdagangan hari ini, Selasa (24/10/2023). Berdasarkan data Bloomberg pukul 15.10 WIB, rupiah terus melanjutkan penguatan ke Rp15.849 per dolar AS atau naik 0,53% dari posisi sebelumnya.
Meski demikian, di tengah penguatan nilai mata uang rupiah, indeks dolar AS terpantau masih perkasa pada posisi 105,59 atau menguat 0,06%.
Adapun, mayoritas mata uang lain di kawasan Asia juga ditutup menguat pada akhir perdagangan hari ini. Misalnya seperti yen Jepang yang menguat 0,18%, kemudian dolar Singapura menguat 0,09%, yuan China naik 0,03%, serta ringgit Malaysia yang terapresiasi 0,19%.