Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Migrasi ke Pembangkit Terbarukan, Listrik Australia Disebut Terancam Byar Pret

Perusahaan riset Rystad Energy menyebut pemadaman pembangkit listrik batu bara di Australia telah membawa tantaangan baru bagi negeri Kangguru.
Uap di pembangkit listrik berbasis batu bara yang berlokasi di Latrobe Valley, Australia pada Rabu (29/4/2015). - Bloomberg/Carla Gottgens
Uap di pembangkit listrik berbasis batu bara yang berlokasi di Latrobe Valley, Australia pada Rabu (29/4/2015). - Bloomberg/Carla Gottgens

Bisnis.com, JAKARTA -- Langkah Australia yang melakukan migrasi pembangkit listrik dari batu bara ke energi terbarukan membawa masalah serius bagi negeri itu.

Biro riset Rystad Energy menyebutkan perubahan sumber listrik itu telah membuat negara itu mengalami kelistrikan paling tidak stabil di dunia. Hal ini karena PLTU batu bara yang sudah tua yang rawan gangguan, gangguan transmisi akibat bencana alam, dan peningkatan penggunaan panel surya yang tidak diikuti dengan baterai penyimpanan.

Disebutkan kebijakan Australia yang agresif berpindah ke energi terbarukan telah membawa kelistrikan negara itu ke babak baru. Tercatat energi terbarukan menyumbang 39% pasokan pada kuartal terakhir.  Dua sumber energi, yakni tenaga surya dan angin menjadi paling dominan menggantikan listrik dari batu bara. 

Akibatnya, pasokan yang tidak teratur akibat cuaca menjadi tantangan utama. Bahkan, dalam laporan Bloomberg, Senin (23/10/2023), mengutip Rystad Energy, kondisi ini menyebabkan kegagalan pada sistem listrik utama Australia. Kondisi yang belum pernah terjadi sebelumnya. 

Menurut Rystand, untuk mengatasi fluktuasi tersebut dibutuhkan sekitar 46 gigawatt-jam pembangkit listrik dari Air atau baterai dengan skala jumbo untuk menjegah masalah kilistrikan di Australia pada tahun 2050. Butuh percepatan karena saat ini di Australia baru tersedia 2,8 gigawatt per jam.

Tercatata sebanyak 9,5 gigawatt dari total 23 gigawatt pembangkit listrik batu bara yang beroperasi di Australia akan dipensiunkan dalam dekade ini. Penutupan ini, oleh PLN setempat akan digantikan dengan sumber energi yang lebih bersih. 

“Australia harus memprioritaskan peningkatan infrastruktur transmisi dan berinvestasi pada solusi penyimpanan untuk memitigasi dampak volatilitas,” jelas analis senior di Rystad Energy, David Dixon.

Kemudian, Negeri Kangguru ini sendiri juga menginvestasikan sebesar US$13 miliar untuk memodernisasi jaringan listrik dan infrastruktur lainnya, untuk mendukung penerapan lebih banyak energi terbarukan.

Menurut Rystad, pasar listrik lainnya yang menunjukan tingkat volatilitas yang tinggi juga termasuk Jepang, Filipina serta  wilayah Amerika termasuk Texas dan California. 

“Peluncuran energi baru terbarukan, jika didukung oleh peningkatan pembangkitan listrik – baterai, air dan gas – serta transmisi, akan membantu mengatasi kesenjangan keandalan dan membagi energi berbiaya dan beremisi rendah ke rumah dan bisnis,” jelas manajer umum eksekutif AEMO bidang reformasi, Violette Mouchaileh, seperti dikutip dari Bloomberg pada Senin (23/10/23).

Adapun menurutnya rekor pembangkit listrik tenaga terbarukan membantu menurunkan rata-rata harga grosir sebesar dua pertiga pada kuartal terakhir.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper