Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Loyo, GINSI Usul Pemerintah Beri Relaksasi Impor Pangan

GINSI mengusulkan agar pemerintah memberikan relaksasi khususnya terhadap impor pangan.
Aktivitas bongkar muat peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (22/6/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Aktivitas bongkar muat peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (22/6/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKATA - Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) meminta pemerintah untuk mengatur skema relaksasi atau insentif pembiayaan untuk pelaku usaha di sektor pangan di tengah nilai tukar rupiah melemah.

Ketua Badan Pengurus Pusat GINSI, Subandi mengatakan hal tersebut lantaran dampak dari pelemahan nilai tukar rupiah hingga meningkatnya suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) menjadi 6%.

"Pemerintah harus mengantisipasi tren kenaikan nilai tukar dolar dengan memberikan insentif atau relaksasi bagi pelaku usaha yang bergerak di sektor pangan," kata Subandi, Senin (23/10/2023).

Adapun, dia melihat harga pangan global juga telah mengalami kenaikan dikarenakan dampak cuaca ekstrim. Bahkan, harga pangan di Indonesia disebut lebih mahal jika dibandingkan dengan beberapa negara Asean lainnya.

Sementara, harga jual di pasar domestik disebut akan terkerek naik mengingat harga pangan dari impor yang sulit dikendalikan karena gejolak nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Data Bloomberg mencatat nilai tukar Rupiah di pasar spot sore ini melemah 0,38% ke level Rp15.933 per Dolar AS. Rupiah masih terdepresiasi meskipun Bank Indonesia telah mengerek suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 6% sejak Kamis (19/10/2023).

"Bisa juga menjadi hambatan karena industri atau importir akan menghitung ulang berapa harga jual pada konsumen yang wajar agar tidak rugi. Disisi lain daya beli masyarakat juga sedang mengalami penurunan," tuturnya.

Menurut Subandi, pemerintah semestinya mengantisipasi hambatan importasi pangan lebih cepat agar tidak membuat pelaku usaha berhenti menjalankan kegiatan usaha yang dapat berdampak pada mandeknya realisasi impor.

Di sisi lain, Subandi juga meminta pemerintah untuk tidak membatasi impor pangan sehingga terhindar dari kelangkaan, sekaligus meminimalisir efek harga jual yang tinggi di pasar domestik.

Berdasarkan catatan Bisnis.com sebelumnya, prognosa neraca pangan yang diolah Bapanas per 20 Oktober 2023, realisasi impor bawang putih Januari - September 2023 sebanyak 417.214 ton.

Adapun, rencana impor Oktober - Desember 2023 ditargetkan mencapai 221.439 ton. Artinya, impor bawang putih baru direalisasikan sebesar 65% dari total kuota impor tahun ini sebanyak 638.653 ton.

Sedangkan, realisasi impor gula untuk konsumsi hingga 20 Oktober 2023 baru sekitar 290.801 ton, sedangkan rencana pengadaan impor Oktober - Desember 2023 sebesar 700.199 ton. Artinya realisasi impor gula oleh BUMN maupun swasta baru 29,3% dari total kuota impor gula konsumsi tahun ini sebanyak 991.000 ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper