Bisnis.com, JAKARTA- Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) membongkar perbedaan data impor dan ekspor produk alas kaki dari China yang dirilis data Badan Pusat Statistik (BPS) dan International Trade Center (ITC).
Direktur Eksekutif Aprisindo, Firman Bakri mengatakan selisih data yang ditemukan dari kedua sumber tersebut diduga merupakan impor ilegal alas kaki dari China yang masuk ke dalam negeri.
"Selisih data menunjukkan adanya potensi aktivitas pemasukan barang [impor] yang tidak tercatat di Indonesia atau impor ilegal," kata Firman kepada Bisnis, Kamis (19/10/2023).
Data impor Indonesia dari China menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tercatat senilai US$484,3 juta pada 2022. Sedangkan, data ITC menunjukkan ekspor alas kaki China ke RI senilai lebih dari US$1,2 miliar.
Hal yang sama pun terjadi pada tahun 2021, di mana data BPS impor alas kaki (HS 64) ke China sebesar US$369,6 juta. Sementara itu, ekspor China ke RI menurut ITC senilai hampir US$800 juta.
Firman menilai fenomena impor ilegal yang mengancam produk industri dalam negeri ditindak tegas dengan mengkategorikannya sebagai extraordinary crime atau kejahatan luar biasa.
Baca Juga
Pihaknya pun menyayangkan belum adanya penegakan hukum yang tegas, cenderung ringan, untuk menjera oknum impor ilegal.
"Kita butuh supaya kejahatan kepabeanan berupa impor ilegal harus ditingkatkan menjadi extraordinary crime dan segera dibentuk lembaga negara Komisi Pemberantasan Impor Ilegal," ujarnya.
Hal ini dilakukan agar para oknum kapok dan tidak mengulangi kesalahan yang sama. Firman mencontohkan, salah satu kasus impor sepatu bekas ilegal pada awal 2023 lalu, di mana hanya 1 pelaku yang tertangkap dan diberi hukuman ringan.
Padahal, menurut Firman, kasus impor ilegal merupakan pembunuh industri nasional yang menyebabkan hilangnya kesejahteraan pekerja hingga merosotnya pertumbuhan industri pengolahan.
"Selama para pelaku impor ilegal belum diberantas, maka setiap kebijakan yang membatasi pelaku impor, dampaknya justru mencerai para pelaku industri yang taat hukum, karena impor mereka selalu bisa lolos dari jerat hukum yang ada," ujarnya.
Adapun, Firman mengacu pada aturan larangan terbatas (lartas) impor Border yang akan diberlakukan pemerintah dalam rangka pengetatan produk asing, sehingga tidak membanjiri pasar domestik.
Lalainya aturan penegakan hukum terhadap oknum impor ilegal memicu para pengusaha lokal semakin terjepit karena keterbatasan impor bahan baku. Padahal, tak sedikit dari brand tersebut yang berorientasi ekspor dengan nilai dan volume ekspor yang besar.