Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani angkat bicara soal surplus neraca dagang yang mulai menyusut.
Sebagaimana diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini mengumumkan total surplus perdagangan Indonesia secara kumulatif Januari - September 2023 mencapai US$27,75 miliar ternyata lebih rendah US$12,01 miliar dibandingkan realisasi surplus dagang Januari - September 2022 sebesar US$39,85 miliar. Adapun neraca dagang pada September 2023 surplus US$3,42 miliar, naik tipis 0,3% (mtm).
Shinta mengakui kinerja perdagangan saat ini juga dipicu adanya pelemahan permintaan seiring perlambatan konsumsi dan daya beli yang cukup signifikan. Adapun inflasi pangan dan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) non-subsidi dianggap turut mempengaruhi kinerja konsumsi kelas menengah.
Di sisi lain, Shinta juga menyoroti kinerja impor yang mengalami kontraksi. BPS mencatat nilai impor pada September 2023 mencapai US$17,34 miliar mengalami penurunan 8,15% dari impor pada Agustus 2023 sebesar US$18,88 miliar.
"Kontraksi impor disebabkan oleh peningkatan beban impor yang lebih tinggi pada industri manufaktur," ujar Shinta saat dihubungi, Senin (16/10/2023).
Shinta menyebut pelemahan kurs Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat yang terus berlangsung dan terakumulasi dalam beberapa bulan, telah menggelembungkan beban overhead cost usaha.
Baca Juga
"Karena itu, tidak memungkinkan bagi pelaku usaha untuk menciptakan pertumbuhan impor yang signifikan dalam kondisi ini," kata Shinta.
Berdasarkan catatan Bisnis.com, Senin (16/10/2023), Plt. BPS, Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan secara tahunan nilai impor September 2023 tercatat US$17,34 miliar turun 12,45% (year-on-year). Sedangkan nilai impor pada September 2023 mencapai US$17,34 miliar disumbang oleh impor migas sebesar US$3,33 miliar dan impor nonmigas sebesar US$14,01 miliar.
"Impor migas turun 2,85%, nonmigas turun 14,46%, ini melanjutkan tren penurunan yang terjadi pada bulan lalu," kata Amalia.