Bisnis.com, JAKARTA – Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan neraca perdagangan Indonesia pada September 2023 akan membukukan surplus sebesar US$2,15 miliar.
Surplus pada periode tersebut diperkirakan turun dari periode bulan sebelumnya (month-to-month/mtm) yang mencapai US$3,13 miliar.
“Surplus perdagangan diperkirakan masih akan berlanjut, meskipun diproyeksikan menyusut. Surplus diperkirakan sekitar US$2,15 miliar, turun dari US$3,13 miliar pada Agustus 2023,” katanya kepada Bisnis, Minggu (15/10/2023).
Josua menjelaskan penurunan surplus perdagangan pada September 2023 tersebut dipengaruhi oleh kinerja ekspor yang melemah akibat penurunan harga komoditas utama dan potensi risiko perlambatan ekonomi global.
Selain itu, kinerja impor juga diperkirakan menurun, tetapi tidak signifikan jika dibandingkan dengan penurunan ekspor. Kinerja impor tersebut dipengaruhi oleh harga minyak dunia yang lebih tinggi dan permintaan domestik yang relatif kuat.
Josua memperkirakan ekspor Indonesia akan mengalami kontraksi sebesar -13,46% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada September 2023, terutama dipengaruhi oleh pelemahan ekonomi China dan berlanjutnya penurunan harga komoditas.
Baca Juga
Kinerja impor pada periode tersebut juga diperkirakan mengalami kontraksi, tapi pada tingkat yang lebih rendah, yaitu -2,59% yoy.
Pendorong utamanya, jelas Josua, adalah harga minyak yang lebih tinggi akibat pemangkasan produksi minyak OPEC+ dan konflik antara Israel-Hamas, serta meningkatkan permintaan minyak selama tiga bulan menjelang liburan Natal dan tahun baru.
“Penurunan kinerja ekspor, yang disebabkan oleh penurunan harga komoditas akibat melemahnya permintaan global, diproyeksikan akan diimbangi oleh kinerja impor yang relatif lebih kuat, sebagai konsekuensi dari ketahanan yang ditunjukkan oleh ekonomi domestik dan kenaikan harga minyak,” katanya.
Dengan perkembangan tersebut, menurut Josua, transaksi berjalan pada 2023 akan mencatat defisit kecil sebesar -0,28% dari PDB, dari surplus 0,96% dari PDB pada 2022.