Bisnis.com, JAKARTA – Neraca perdagangan Indonesia diperkirakan bakal melanjutkan tren surplus pada September 2023.
Untuk diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data neraca perdagangan, ekspor, dan impor pada Senin (16/10/2023).
Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro memperkirakan neraca perdagangan Indonesia akan mencatatkan surplus sebesar US$2,38 miliar pada September 2023.
“Neraca dagang September diperkirakan surplus US$2,38 miliar,” katanya, dikutip Minggu (15/10/2023).
Andry memperkirakan ekspor Indonesia tumbuh sebesar 0,35% secara bulanan (month-to-month/mtm). Jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu, ekspor pada September 2023 diperkirakan kembali terkontraksi -10,88% (year-on-year/yoy).
Sejalan dengan itu, impor pada periode tersebut diperkirakan tumbuh 4,31% mtm atau secara tahunan terkontraksi sebesar 0,58% yoy.
Baca Juga
Berdasarkan catatan BPS, neraca perdagangan Indonesia pada Agustus 2023 mengalami surplus US$3,12 miliar, terutama berasal dari sektor nonmigas US$4,46 miliar.
Ekspor pada Agustus 2023 tercatat naik 5,47% secara bulanan, sementara terkontraksi sebesar 21,21% secara tahunan.
Adapun, impor pada Agustus 2023 mencatatkan kontraksi pertumbuhan, baik secara bulanan yang sebesar 3,53% dan 14,77 persen secara tahunan.
Sebelumnya, Andry memperkirakan surplus perdagangan Indonesia ke depan akan mengalami penurunan yang berkelanjutan, sehingga meningkatkan kemungkinan pergeseran neraca perdagangan menjadi defisit lebih awal dari yang diantisipasi sebelumnya.
Menurutnya, kinerja ekspor dan impor Indonesia ke depan akan lebih baik karena didukung oleh indikasi beberapa indikator ekonomi yang menunjukkan tren positif, terutama indikator ekonomi China yang mulai meningkat.
Di sisi lain, perekonomian Amerika Serikat (AS) kata dia masih harus berjuang melawan tingkat inflasi yang tinggi di tengah ketatnya pasar tenaga kerja. Akibatnya, bank sentral AS diperkirakan masih akan terus menaikkan suku bunga untuk waktu yang cukup lama.
Kondisi ini akan menyebabkan turunnya permintaan di seluruh dunia, yang berdampak negatif pada aktivitas perdagangan global.
Andry memperkirakan transaksi berjalan pada akhir 2023 akan mencatatkan defisit kecil sebesar -0,65% dari PDB, dibandingkan dengan surplus 0,99% dari PDB pada 2022.