Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) untuk mengoptimalkan investasi hulu minyak dan gas (migas) di tengah kenaikan harga minyak mentah dunia.
Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Noor Arifin Muhammad berharap momentum kenaikan harga minyak mentah yang didorong sentimen konflik antara Israel dan Palestina dapat dimanfaatkan KKKS untuk mendorong program yang lebih masif.
“Karena itu kan ada windfall ya yang kita alami bersama, berarti capital flow-nya mestinya bisa dikembangkan untuk program pengembangan,” kata Noor saat ditemui di Jakarta, Selasa (10/10/2023).
Noor menuturkan, kementeriannya telah memiliki sejumlah skenario untuk mengantisipasi fluktuasi harga minyak mentah beberapa waktu terakhir.
Menurut dia, skenario itu dapat langsung diterapkan di tengah tren menguatnya harga minyak mentah tersebut.
“Ketika naik, terjadi windfall, itu sudah ada, bisa diantisipasi karena kita kan punya pengalaman pas Covid-19 yang di mana harga minyak turun drastis, tiba-tiba naik lagi,” kata dia.
Baca Juga
Seperti diketahui, harga minyak telah mencatatkan kenaikan terbesar dalam 6 bulan terakhir usai Israel menyatakan pembalasan atas serangan kelompok militan Hamas baru saja dimulai. Hal ini kemudian meningkatkan prospek ketidakstabilan baru di wilayah tersebut, saat memasuki hari keempat.
Mengutip Bloomberg, Selasa (10/10) minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) diperdagangkan pada level sekitar US$86 per barel, sedikit berubah setelah melonjak 4,3 persen pada hari Senin.
Hal ini lantaran pasar yang bereaksi atas pertempuran yang terjadi pada Sabtu (7/10) sehingga memunculkan kembali konflik dengan dampak yang luas di seluruh wilayah.
Israel diketahui telah mengerahkan lebih dari 300.000 tentara cadangannya, terbesar yang pernah ada. Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu bersumpah untuk "mengubah Timur Tengah", sementara Hamas mengancam akan mengeksekusi para sandera.
Konflik ini kemudian meningkatkan volatilitas minyak, yang telah berubah cukup besar dalam sebulan terakhir karena kekhawatiran ekonomi yang membebani reli, menyusul adanya pembatasan pasokan dari Arab Saudi dan Rusia.