Bisnis.com, JAKARTA- Eksekusi Hotel Sultan dilakukan seperti setengah hati, hanya memasang spanduk berisikan keterangan bahwa aset tersebut milik negara. Beda perlakuan justru terjadi pada penggusuran warga di Pulau Rempang, aparat Kepolisian diterjunkan dan terkesan “keras” terhadap protes penolakan warga.
Hingga kini, meski disebut telah dieksekusi, pengambilalihan aset Hotel Sultan masih terkatung. Bahkan kemudian, isu berkembang berputar pada kelanjutan bisnis hotel tersebut yang jadi gantungan hidup ratusan karyawan.
Lebih jauh, pihak PT Indobuildco milik Pontjo Sutowo melalui Kuasa Hukum Hamdan Zoelva meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun tangan. “Saya meminta presiden untuk melihat masalah ini, kami berharap kepada presiden untuk dapat meluruskan ini,” tuturnya saat melakukan jumpa pers di Kawasan GBK, beberapa waktu lalu.
Sebaliknya, Pusat Pengelola Kawasan Gelora Bung Karno (PPKGBK) menyatakan telah melakukan eksekusi terhadap aset tersebut. Pada kenyataannya, eksekusi yang dimaksud adalah pemasangan spanduk penyegelan pada sejumlah titik Hotel Sultan pada Rabu (4/10/2023).
Padahal, PPKGBK meyakini ekseskusi Hotel Sultan telah memiliki dasar hukum yang kuat. Hal itu sebagaimana tertuang dalam surat HGB No.26/Gelora dan No.27/Gelora yang telah berakhir pada Maret dan April 2023.
Lebih jauh, mengacu dasar hukum, Tim Kuasa Hukum PPKGBK Saor Siagian menjelaskan selayaknya tenggat waktu pengosongan Hotel Sultan seharusnya pada 29 September lalu.
Baca Juga
Sebaliknya, pihak Indobuildco pun melakukan segala upaya mempertahankan pengelolaan Hotel Sultan. Pihak Pontjo Sutowo itu melayangkan surat kepada Menteri Koordinator Politik Hukum dan KEamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD.
Dalam surat itu, Indobuildco menawarkan negoisasi dan mencari solusi agar penyelesaian sengketa antara legalitas keberadaan HPL No.1 Gelora dengan HGB No. 26 dan HGB No.27/Gelora tidak bertentangan dan berlarut-larut. Singkatnya, mereka menawarkan kerja sama.
Persoalan kemudian, Kuasa Hukum PPKGBK Chandra Hamzah mengonfirmasi surat tersebut. Menurutnya, secara hukum tawaran penyelesaian tersebut tidak gampang dikabulkan, lantaran kawasan GBK merupakan Barang Milik Negara (BMN) yang dalam aturan kerja sama harus dilakukan melalui tender.
Di sisi lain, PPKGBK meyakini eksekusi telah memiliki landasan kuat. Terlebih lagi, hasil Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung juga memperkuat posisi hukum tersebut.
“Tanah ini aset negara miliki pemerintah Republik Indonesia berdsarkan HPL Nomor 1/Gelora atasnama Sekretariat Negara c.q. PPPKGBK dan telah dinyatakan sah oleh putusan peninjauan kembali Mahkamah Agung nomor 276/PK/PDT/2011,” demikian isi spanduk yang dipasang pihak PPKGBK.
Hal inipun mengundang rasa penasaran publik, jika Hotel Sultan dieksekusi hanya melalui spanduk. Kenyataan lain, untuk warga Pulau Rempang, pemerintah menerjunkan aparat mengawal eksekusi.