Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Duh! Realisasi Nilai Investasi dari PPS Tak Sesuai Ekspektasi

Kemenkeu mencatat Nilai investasi pada instrumen SBN dari harta peserta Program Pengungkapan Sukarela (PPS) cukup terbatas.
Petugas melayani wajib pajak di salah satu kantor pelayanan pajak pratama di Jakarta, Senin (20/6/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Petugas melayani wajib pajak di salah satu kantor pelayanan pajak pratama di Jakarta, Senin (20/6/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Nilai investasi pada instrumen Surat Berharga Negara (SBN) dari harta peserta Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau Tax Amnesty jilid II yang digelar tahun lalu ternyata cukup terbatas.

Mengacu pada data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan yang diolah Bisnis, total penempatan pada instrumen SBN hingga batas akhir pada 30 September 2023 senilai Rp5,9 triliun dan US$124,08 juta.

Padahal, mengutip data PPS dalam angka yang ditayangkan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, komitmen investasi hingga penutupan program pengampunan pada 30 Juni 2022 lalu mencapai Rp22,34 triliun.

Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Suminto mengatakan saat ini otoritas fiskal tengah melakukan kompilasi data realisasi total, baik di SUN maupun sektor riil.

"DJPPR juga sedang melakukan rekonsiliasi dengan DJP [Ditjen Pajak]," katanya kepada Bisnis, Selasa (3/10/2023).

Secara terperinci, investasi PPS pada Surat Utang Negara (SUN) FR0094 pada 2022 senilai Rp3,99 triliun, USDRFR0003 senilai US$63,31 juta, dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) PBS035 senilai Rp1,18 triliun.

Adapun pada tahun ini, investasi pada SUN FR0099 senilai Rp2,19 miliar, USDRFR0003 senilai US$60,77 juta, sementara SBSN PBS035 senilai Rp724,96 miliar.

Pemerintah memang menyediakan opsi investasi di luar SBN, yakni investasi pada sektor riil yang mencakup sektor penghiliran sumber daya alam (SDA) dan di luar SDA. Akan tetapi, hingga berita ini ditulis pejabat di lingkungan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan tidak memberikan data realisasi di sektor riil.

Pengamat Perpajakan Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar, mengatakan SUN menjadi instrumen yang relatif dipilih oleh peserta PPS karena memiliki sejumlah keunggulan, yaitu proses yang mudah, kondisi keuangan negara yang makin bagus, dan defisit fiskal yang terus menurun sehingga rendah risiko.

Sementara itu, investasi pada sektor riil membutuhkan proses yang lebih pelik dan rumit, mulai dari perencanaan, perizinan, dan periode perolehan keuntungan yang lebih lama.

"Investasi di SBN lebih likuid dibandingkan dengan sektor riil, apalagi dengan holding period yang cuma lima tahun," katanya.

Sebagai informasi, peserta PPS merupakan wajib pajak yang mengalihkan harta bersih ke Indonesia dan/atau menginvestasikan hartanya di Indonesia harus menyampaikan laporan realisasi.

Momen PPS ini memungkinkan Wajib Pajak dapat mengungkapkan Harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan sepanjang Direktur Jenderal Pajak belum menemukan data dan/ atau informasi mengenai Harta dimaksud.

Penyampaian laporan dapat dilakukan secara daring (online) melalui situs resmi Ditjen Pajak, yakni www.pajak.go.id. Wajib pajak dapat menghubungi Ditjen Pajak apabila menemukan kendala dalam pengisiannya, baik melalui Kring Pajak 1500200, email [email protected], maupun saluran resmi lainnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper