Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) melihat bahwa beberapa industri belum siap terkait kebijakan dari pajak karbon.
Pajak karbon sendiri diketahui belum akan diresmikan, meskipun saat ini pemerintah telah meluncurkan bursa karbon di bursa efek Indonesia (BEI).
Ketua APINDO Shinta Kamdani mengatakan bahwa sampai dengan saat ini baru industri batu bara saja yang siap untuk menjalankan pajak karbon.
“Terus terang kalau sekarang kita ngomongin dari sektor batubara itu mereka sudah siap (pajak karbon) tapi industri lain itu banyak yang belum siap,” kata Shinta dalam acara Bloomberg Technoz Ecofest di The Westin Hotel, Rabu (27/9/2023).
Shinta melihat bahwa ketidaksiapan beberapa industri dikenakan paja karbon karena hal tersebut akan masuk ke dalam cost dari perusahaan. Dengan adanya hal itu, Shinta melihat bahwa beberapa industri perlu waktu untuk siap jika pajak karbon diresmikan.
Lebih lanjut, Shinta melihat bahwa untuk terealisasikannya pajak karbon ini perlu adanya dukungan bagi sektor industri yang memang belum siap mengaplikasikannya.
Baca Juga
“Jadi kalau arahnya nanti kita ke sana, ini industri- industri lain juga perlu bantuan untuk bagaimana bisa mencapai ke sana,” ujarnya.
Selain itu, Shinta menilai saat ini tidak udah terburu-buru untuk membahas pajak karbon. Dirinya malah meminta para pelaku industri untuk fokus terhadap proyek ekonomi hijau.
"Enggak usah ngomongin soal karbon kita mau ngomongin soal going ekonomi hijau saja, ini kan sesuatu yang harus jadi perhatian kita,” ucapnya.
Diberitakan sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menegaskan bahwa pemerintah akan tetap membuat pajak karbon walaupun peluncurannya tidak bersamaan dengan bursa karbon.
Suahasil menyampaikan bahwa tujuan utama dari penerapan pajak ini nantinya bukanlah untuk menambah penerimaan negara.
"Pajak karbon kami buat, tapi fungsinya bukan untuk cari penerimaan, tapi untuk memberikan alternatif untuk dunia usaha untuk memenuhi net zero emission. Kalau tidak mau beli karbon kredit, bayar saja pajaknya," ujarnya, dikutip Selasa (26/9/2023).
Artinya, pemerintah memberikan opsi atau pilihan kepada dunia usaha untuk dapat memilih mengurangi emisi dengan membeli pengurangan emisi di pasar karbon atau membayar pajak kepada pemerintah.
Suahasil mengatakan, pajak karbon menjadi alat terpenuhinya Nationally Determined Contribution dengan menurunkan emisi gas sebesar 31,89 persen dengan upaya sendiri dan sampai dengan 43,20 persen dengan kerja sama internasional pada periode 2023.