Bisnis.com, JAKARTA - Guru Besar Pertanian Universitas Lampung, Bustanul Arifin, menyebut harga beras Indonesia menjadi yang termahal dibandingkan dengan negara produsen beras di kawasan Asean.
Berdasarkan data yang disampaikannya mengutip dari laporan Bank Dunia pada 2023 yang telah diolah, rata-rata harga beras di Indonesia sekitar US$0,9 per kilogram (sekitar Rp13.982).
Harga tersebut lebih mahal jika dibandingkan Filipina yang sekitar US$0,7 per kilogram (sekitar Rp10.875), Laos sekitar US$0,6 per kilogram (sekitar Rp9.322), Kamboja bersama Vietnam, Thailand dan Myanmar harga berasnya sekitar US$0,5 per kilogram (sekitar Rp7.768).
Sementara itu, menyitir data panel harga pangan, Badan Pangan Nasional (Bapanas), rata-rata harga beras medium secara nasional per hari ini sebesar Rp13.270 per kilogram atau naik 0,91 persen dari harga kemarin.
"Di sini menjadi tantangan ketika harga beras kita termahal di Asia Tenggara," kata Bustanul dalam webinar Dewan Guru Besar Universitas Indonesia, Rabu (27/9/2023).
Inovasi pertanian yang rendah berisiko menurunkan produktivitas, apalagi saat kekeringan ekstrem yang terjadi akibat fenonema El Nino. Adapun data BPS memperkirakan luas panen padi nasional akan terus menurun hingga akhir tahun.
Baca Juga
Berdasarkan kerangka sampel area (KSA), luas panen padi pada September 2023 hanya 790.000 hektare, Oktober 730.000 hektare, dan November 530.000 hektare.
Begitu pun dengan produksi padi pada periode tersebut juga akan mengalami tren penurunan. Pada September 2023, produksi padi sebanyak 4,07 juta ton gabah kering giling (GKG), Oktober 2023 sebanyak 3,82 juta ton GKG, dan November 2023 sebanyak 2,88 juta ton GKG.
"Kalau luas panen dan produktivitas menurun lagi di rilis Oktober mendatang dari BPS, maka faktor musim juga sangat berpengaruh pada peningkatan produktivitas," ujarnya.
Dia pun menyebut produktivitas padi Indonesia masih kalah dari negara tetangga, Vietnam dan Filipina. Lagi-lagi, inovasi dan teknologi yang rendah dianggap menjadi biang keroknya.
Berdasarkan data Bank Dunia, dia menyebut bahwa indeks pertumbuhan produktivitas padi Indonesia sejak 2000 hingga 2020 hanya naik 10 poin, dari 100 ke 110. Posisi Indonesia dalam hal produktivitas hampir sejajar dengan Thailand dan Myanmar.
Namun, indeks pertumbuhan produktivitas padi di Vietnam dan Filipina dalam periode dua dekade tersebut telah lompat 40 poin, dari 100 pada 2000, menjadi 140 pada 2020.
"Mereka [Vietnam dan Filipina] sampai 140 indeksnya [pertumbuhan produktivitas padi] atau hampir 1,5 kali lipat dibandingkan kita," ujar Bustanul
Menurut dia, Vietnam dan Filipina telah berhasil menerapkan strategi meningkatkan produktivitas lahan padi mereka. Adapun, BPS mencatat produktivitas rata-rata padi di Indonesia dalam 5 tahun terakhir stagnan di kisara 5,17 ton gabah kering panen (GKG) per hekatare. Sementara secara nasional, produksi GKG sejak 2018 hingga 2022 berada di kisaran 55,5 juta ton.