Menurutnya, social commerce harus memiliki izin tersendiri untuk melakukan aktivitas perdagangan.
"Saya usulkan social media tidak bisa otomatis jadi e-commerce, kalau jadi e-commerce dia harus izin lagi kalau dia mau dagang, harus dipisah," ujar Zulhas.
Teranyar, Kemendag memastikan bahwa TikTok belum mengantongi izin menjalankan bisnis e-commerce dari pemerintah. Tentunya hal ini bertentangan dengan klaim TikTok kepada Menkominfo Budi Arie Setiadi.
Saat dikonfirmasi, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Isy Karim mengatakan bahwa izin yang dikantongi TikTok hanya sebagai Kantor Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing (KP3A).
"Betul [belum mengantongi izin e-commerce]. Kegiatannya dibatasi pada market research," ujar Isy saat dihubungi, Kamis (21/9/2023).
TikTok Dinilai Banyak Mudarat
Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi menilai eksistensi TikTok memberi mudarat tanpa memberi peluang bagi perbaikan bagi ekonomi dalam negeri. Pemerintah harus berani untuk melakukan pemblokiran atau bahkan menutup aplikasi itu.
Baca Juga
“Toh, kita masih punya banyak platform e-commerce yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat dan UMKM," ujar Heru, Rabu (20/9/2023).
Heru menilai praktik penggabungan antara e-commerce dan media sosial menjadi social commerce seperti yang dilakukan oleh TikTok Shop telah menciptakan banyak masalah. Seperti pembayaran kepada UMKM yang telat dan banjirnya produk-produk impor yang semakin menyulitkan produsen dalam negeri.
Pemerintah lanjutnya disarankan untuk makin jeli melihat praktik lalu-lintas perdagangan antar negara melalui TikTok Shop. Sebab, pada kenyataannya, bukan produk nasional yang dijual, melainkan justru banyak produk dari luar negeri yang masuk ke Indonesia.
Dia menambahkan pemerintah juga perlu mengatur untuk menjaga data pribadi masyarakat. Jangan sampai data pribadi masyarakat dianalisis menggunakan big data yang pada gilirannya berdampak terhadap masuknya produk-produk asing ke Indonesia.