Bisnis.com, JAKARTA – Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim berencana menerapkan kebijakan pelarangan ekspor bahan mentah logam tanah jarang untuk menghindari eksploitasi dan hilangnya sumber daya.
Malaysia adalah sumber bagi sebagian kecil dari cadangan tanah jarang di dunia. Survei Geologi AS pada tahun 2019 mencatat perkiraan cadangan logam tanah jarang mencapai 30.000 metrik ton.
Namun, keputusan ini muncul ketika dunia berupaya untuk melakukan diversifikasi dari China yang menjadi produsen terbesar di dunia untuk mineral tanah jarang yang digunakan secara luas dalam chip semikonduktor, kendaraan listrik, dan peralatan militer. China diperkirakan memiliki cadangan 44 juta ton.
Melansir Reuters pada Selasa (12/9/2023), Anwar mengatakan bahwa pemerintah akan mendukung pengembangan industri mineral tanah jarang di Malaysia dan pelarangan akan menjamin keuntungan maksimum bagi negara.
Dia tidak mengatakan kapan larangan tersebut akan diberlakukan.
Industri tanah jarang diperkirakan akan memberikan kontribusi sebesar 9,5 miliar ringgit (US$2 miliar) kepada produk domestik bruto (PDB) Malaysia pada tahun 2025 dan menciptakan hampir 7.000 lapangan kerja.
Baca Juga
"Pemetaan terperinci dari sumber-sumber elemen tanah jarang dan model bisnis komprehensif yang menggabungkan industri hulu, tengah, dan hilir akan dikembangkan untuk mempertahankan rantai nilai tanah jarang di negara ini," ungkap PM Anwar.
Larangan Malaysia dapat mempengaruhi penjualan ke China yang mengimpor sekitar 8 persen bijih tanah jarang dari Malaysia sejak awal tahun 2023 hingga Juli.
Awal tahun ini, China sendiri mengumumkan pembatasan ekspor sejumlah logam yang digunakan di industri semikonduktor. Tindakan ini dipandang sebagai langkah pembalasan atas pembatasan AS terhadap penjualan teknologi ke China.
Pembatasan ini memicu kekhawatiran bahwa China juga dapat membatasi ekspor mineral penting lainnya termasuk tanah jarang.
Analis Project Blue David Merriman mengatakan dampak dari larangan Malaysia belum dapat diperkirakan karena kurangnya rincian, tetapi larangan terhadap bijih tanah jarang dapat mempengaruhi perusahaan-perusahaan China yang beroperasi di Malaysia.
"Undang-undang ini dapat memiliki beberapa dampak negatif terhadap potensi investasi di Malaysia dari pihak-pihak China, yang telah melihat ke negara-negara Asia lainnya untuk mendapatkan senyawa tanah jarang yang belum diproses atau dicampur sebagai bahan baku untuk fasilitas pemrosesan (tanah jarang) di China selatan," ujar Merriman.