Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia meneken perjanjian kerja sama untuk investasi pengembangan pertanian dengan China dan Korea Selatan (Korsel).
Kerja sama dengan Tiongkok tertuang dalam penandatanganan nota kesepahaman bidang pertanian antara Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo dengan Menteri Pertanian dan Perdesaan RRT Tang Renjian.
Mentan Syahrul mengatakan perjanjian kerja sama dengan China mencakup pengembangan sumber daya manusia (SDM) pertanian, fasilitasi akses pasar komoditas pertanian kedua negara, pengembangan inovasi dan teknologi informasi sektor pertanian dan investasi pertanian dari China ke Indonesia.
Syahrul menyebut, Indonesia membuka diri terhadap pelaku usaha Tiongkok yang ingin berinvestasi di sektor pengembangan hortikultura.
“Perlu digagas kerja sama dalam bentuk transfer teknologi pengembangan komoditas hortikultura Indonesia – RRT, yang mencakup seluruh aspek pada rantai pasar produk hortikultura mulai dari hulu hingga hilir,” kata Syahrul dalam keterangan resmi dikutip, Minggu (10/9/2023).
Syahrul mengatakan kerja sama pengembangan SDM pertanian, Kementan melalui sekolah vokasi Polbangtan siap berkolaborasi dengan universitas bidang pertanian di China.
Baca Juga
“Kami mengusulkan kerja sama 'sister university' untuk pengembangan kapasitas SDM pertanian,” tutur Syahrul.
Sementara itu, kerja sama Indonesia dengan Korsel lebih mengarah pada pengembangan pertanian pintar (smart farming) berbasis mekanisasi dan teknologi.
Sebelumnya, Syahrul bersama Menteri Pertanian, Pangan, dan Perdesaan Republik Korea Chung Hwang-keun telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) on Agricultural Cooperation pada 16 Mei 2023.
Menurut Syahrul, melalui kesepakatan tersebut, Korsel berkomitmen bakal berinvestasi industri susu sapi di Indonesia. Adapun investasi tersebut dilakukan melalui skema joint venture atau investasi langsung perusahaan susu Korsel di Indonesia.
"Investasi industri persusuan di Indonesia akan menjadi penopang pemenuhan kebutuhan susu nasional yang mencapai 4,4 juta ton per tahun. Saat ini produksi domestik hanya mampu memenuhi sekitar 23 persen dari total kebutuhan konsumsi," ungkap Syahrul.