Bisnis.com, JAKARTA - Perum Bulog merespons soal dugaan PT Wilmar Padi Indonesia yang memonopoli harga gabah petani. Sebagaimana diketahui, Ombudsman menerima laporan masyarakat terkait dengan dugaan Wilmar membeli gabah petani dengan harga tinggi hingga memukul usaha penggilingan kecil.
Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso alias Buwas menyatakan bahwa pabrik beras swasta termasuk Wilmar bukan kompetitor bagi Bulog. Dugaan monopoli harga oleh swasta tidak menjadi masalah bagi Bulog yang bertugas mengamankan cadangan beras pemerintah (CBP).
"Tapi swasta itu kan punya kapasitas dalam menampung produksi petani untuk [beras] komersial, ya boleh saja [beli mahal], itu kan kesepakatan antara petani dengan pembeli [swasta]," ujar Buwas saat ditemui di Gedung DPR, Senin malam (4/9/2023).
Menurut Buwas, sah-sah saja Wilmar membeli gabah petani dengan harga yang tinggi. Musababnya, gabah-gabah yang dibeli pabrik swasta dominan akan diolah dengan mesin modern menghasilkan beras kualitas premium dengan harga jual rata-rata lebih tinggi dari beras kualitas medium.
Meskipun persaingan pembelian gabah kian sengit hingga memicu kenaikan harga, Bulog, kata Buwas tetap menyerap berdasarkan regulasi yang ada. Khususnya dalam penyerapan stok CBP.
"Kita kan CPB, sudah ada regulasinya kita ikuti pedoman. Toh yang nanti bertanggung jawab kan negara. kita hanya pelaksana," tuturnya.
Baca Juga
Sementara itu, Badan Pangan Nasional (Bapanas) juga membantah dugaan adanya monopoli gabah petani oleh PT Wilmar Padi Indonesia (Wilmar). Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi menjelaskan justru saat ini swasta juga tengah mengalami kekurangan suplai gabah. Bahkan, Arief menyebut bahwa produksi Wilmar sekarang hanya 20 persen dari kapasitas mesin.
"Wilmar dibilang monopoli? Monopoli di mananya, orang kurang [gabahnya]," ujar Arief saat ditemui dalam kesempatan yang sama dengan Buwas.
Berdasarkan catatan Bisnis.com, Kamis (31/8/2023), penggilingan padi rakyat mengaku terancam usahanya akibat adanya dugaan aksi monopoli harga gabah oleh korporasi besar.
Ketua Umum Komunitas Industri Beras Rakyat (Kibar), Syaiful Bahari menyebut dugaan aksi monopoli gabah oleh PT Wilmar seperti bom waktu bagi kematian 150.000 unit usaha penggilingan padi rakyat. Menurutnya, saat ini hanya tersisa 20 persen dari 150.000 unit penggilingan padi rakyat yang masih aktif beroperasi.
Syaiful pun membeberkan sejumlah alasan korporasi besar menjadi ancaman bagi mereka. Pasalnya, sudah lebih dari 40 tahun tidak ada transformasi maupun modernisasi teknologi rice mill di Indonesia. Sebagian besar penggilingan padi rakyat masih ketinggalan dalam hal teknologi, sehingga kualitas beras yang dihasilkan rendah.
"Beras yang dihasilkan kualitas rendah, sehingga tidak bisa bersaing dengan pabrik penggilingan moderen seperti PT Wilmar," ujar Syaiful saat dihubungi, Kamis (31/8/2023).
Di sisi lain, teknologi penggilingan padi besar memiliki tingkat efisiensi yang tinggi. Oleh karena itu, selama ini hanya korporasi besar yang menikmati keuntungan paling banyak dari produksi beras.
Adapun kebijakan standar kualitas beras dalam penyerapan Bulog dianggap tidak relevan dengan kualitas beras yang dihasilkan petani dan penggilingan padi rakyat. Bulog menetapkan syarat kadar air 14 persen untuk berasnya. Menurutnya, syarat tersebut hanya bisa diikuti oleh penggilingan padi yang telah memiliki alat pengering (dryer) modern.
"Tentu saja syarat itu tidak bisa dipenuhi oleh penggilingan padi rakyat," tuturnya.